
nubangkalan.or.id—Terkadang ada di sebagian daerah yang menganggap bahwa kencing di dalam air saat berpuasa dapat membatalkan puasa. Anggapan hukum ini tidak sepenuhnya keliru, tapi juga tidak bisa dibenarkan sepenuhnya. Sebab, dalam berbagai keterangan yang dijabarkan dalam kitab fikih terdapat beberapa pandangan yang berbeda sehingga menghasilkan hukum yang juga berbeda.
Jika kita mengkaji pasal hal-hal yang dapat membatalkan puasa, maka tidak akan ditemukan batalnya puasa yang berupa kencing di dalam air. Namun, Syaikh Sulaiman al-Bujairami memberikan keluasan berpikir dalam kitab Hāsyiah al-Bujairamī ‘alā al-Khatīb. Berikut redaksinya:
قوله: ( دخول طرف أصبع ) ومثله غائط خرج منه ولم ينفصل ثم ضم دبره ودخل شيء منه إلى داخل دبره حيث تحقق دخول شيء منه بعد بروزه ؛ لأنه خرج من معدته مع عدم حاجة إلى ضم دبره .
Artinya: “Hukumnya sama dengan memasukkan jari pada dubur (dalam hal membatalkan puasa), yakni hukum kotoran manusia yang sudah keluar dari dubur dan tidak terpisah (sambung dengan kotoran lainnya), lalu duburnya ia lipat (dari posisinya semula) dan terdapat sebagian kotoran yang masuk ke dalam bagian duburnya, sekiranya sangat jelas (tahaqquq) masuknya sesuatu dari kotoran tersebut setelah tampaknya kotoran tersebut (di bagian luar). Praktik ini membatalkan puasa karena keluarnya kotoran dari perutnya tanpa perlu untuk melipat dubur.” (Syekh Sulaiman al-Bujairami. Hāsyiah al-Bujairamī ‘alā al-Khatīb. Juz 6, halaman 443)
Keterangan di atas menyimpulkan bahwa puasa seseorang bisa batal manakala pada waktu buang hajat, ada kotoran atau sesuatu yang kembali masuk ke dalam, dan hal itu harus nyata dan jelas. Sehingga jika tidak ada sesuatu yang diyakini masuk, maka puasanya tetap sah.
Begitupun dengan kencing atau kentut di dalam air, jika setelah keluarnya air kencing atau angin ternyata terasa ada sesuatu yang masuk ke dalam qubul atau dubur, maka puasanya dihukumi batal. Namun, jika tidak merasakan apa pun maka puasanya tetap sah.
Jadi dapat disimpulkan bahwa praktik kencing dalam air hanya dapat membatalkan puasa apabila seseorang secara sadar merasakan adanya air yang masuk ke dalam saluran kelamin. Artinya, jika air tersebut memasuki bagian dalam kelamin, maka puasa yang dilakukan batal.
Namun demikian, jika tidak ada air yang masuk ke dalam kelamin saat kencing dalam air, atau seseorang tidak merasakan adanya air yang masuk ke dalam kelamin sama sekali, maka status puasanya tetap sah.
Penting dicatat, adanya sesuatu yang masuk ke dalam qubul atau dubur yang dapat membatalkan puasa adalah apabila sampai melewati batasan bagian dalam. Yaitu, bagian yang tidak wajib dibasuh ketika cebok. Jika tidak sampai pada bagian itu, maka tidak berpengaruh apa pun. Keterangan ini juga terdapat dalam kitab Hāsyiah al-Bujairamī ‘alā al-Khatīb sebagai berikut:
وضابط الدخول المفطر أن يجاوز الداخل ما لا يجب غسله في الاستنجاء ، بخلاف ما يجب غسله في الاستنجاء فلا يفطر إذا أدخل أصبعه ليغسل الطيات التي فيه
Artinya: “Batasan masuknya sesuatu (pada dubur) yang dapat membatalkan puasa yakni ketika melewati bagian yang tidak wajib untuk dibasuh pada saat cebok (istinja’). Berbeda halnya ketika suat benda masih berada di bagian yang wajib untuk dibasuh pada saat cebok, maka tidak sampai dihukumi membatalkan puasa ketika memasukkan jari-jari (pada dubur) untuk membasuh lipatan (kotoran) yang ada di dalamnya.” (Syekh Sulaiman al-Bujairami. Hāsyiah al-Bujairamī ‘alā al-Khatīb. Juz 6, halaman 443)
Demikianlah perincian hukum kecing di dalam air saat berpuasa. Semoga dengan mengetahui perincian hukum ini, puasa kita semakin sempurna.
Penulis: Amir Ibrahim, Pengajar di Pondok Pesantren Al Hikmah Darussalam, Tepa’nah Barat, Kokop, Bangkalan
Editor: Syifaul Qulub Amin/Pengurus LTN PCNU Bangkalan
Comment here