
nubangkalan.or.id—Tidak jarang ketika kita mandi, baik mandi wajib atau sunah Jumat, kuping kemasukan air. Hal ini tidak menjadi problem berarti jika terjadi pada selain bulan Ramadan. Namun, jika terjadi di bulan Ramadan akan menjadi tanda tanya. Apakah air yang masuk ke kuping tesebut membatalkan puasa atau tidak? Berikut ulasan dari jawaban tanda tanya tersebut.
فَسَّحَ اللَّهُ فِي مُدَّتِهِ عَنِ الصَّائِمِ إذَا دَخَلَ الْمَاءُ فِي أُذُنَيْهِ لِغَسْلِ مَا ظَهَرَ مِنْهُمَا عَنْ جَنَابَةٍ أَوْ لِنَحْوِ جُمْعَةٍ فَسَبَقَهُ الْمَاءُ إلَى بَاطِنِهِمَا فَهَلْ يُفْطِرُ أَوْ لاَ (فَأَجَابَ) بِقَوْلِهِ لاَ يُفْطِرُ بِذَلِكَ كَمَا ذَكَرَهُ بَعْضُهُمْ وَإِنْ بَالَغَ لاِسْتِيفَاءِ الْغُسْلِ كَمَا لَوْ سَبَقَ الْمَاءُ مَعَ الْمُبَالَغَةِ لِغَسْلِ نَجَاسَةِ الْفَمِ وَإِنَّمَا أَفْطَرَ بِالْمُبَالَغَةِ فِي الْمَضْمَضَةِ لِحُصُولِ السُّنَّةِ بِمُجَرَّدِ وَضْعِ الْمَاءِ فِي الْفَمِ فَالْمُبَالَغَةُ تَقْصِيرٌ وَهُنَا لاَ يَحْصُلُ مَطْلُوبُهُ مِنْ غَسْلِ الصِّمَاخِ إلاَ بِالْمُبَالَغَةِ غَالِبًا فَلاَ تَقْصِيرَ اهـ(الفتاوى الفقهية الكبرى الجزء ٢ صحـ : ٧٤، مكتبة الإسلامية)
Artinya: ” … Ada pertanyaan tentang seorang yang sedang mandi wajib atau mandi sunah Jumat. Ketika dia sedang membasuh anggota luar kupingnya, kemudian ada air yang masuk ke anggota dalam kupingnya. Apakah air yang masuk ke dalam kuping tersebut membatalkan puasanya?
“Jawaban: Dalam kasus di atas tidak membatalkan puasanya, walaupun dalam pembasuhan tersebut secara mubālghah (berlebihan). Kasus ini sama dengan kasus pembasuhan mulut dari najis secara berlebihan ketika ada air yang tertelan (sama-sama tidak membatalkan puasa). Kasus berlebihan dalam pembasuhan yang membatalkan puasa hanya dalam kasus berkumur.
Kasus berkumur membatalkan puasa karena kesunahannya bisa hasil tanpa pembasuhan secara berlebihan. Sehingga, dalam kasus berkumur sudah ada unsur kesembronoan jika berlebihan. Sedangkan, dalam kasus pembasuhan kuping, untuk mendapatkan kesunahan biasanya harus membasuh dengan berlebihan. Oleh sebab inilah, dalam kasuh pembasuhan kuping tidak dianggap ada unsur sembrono.”
Secara garis besar, uraian Syekh Ibu Hajar dalam Al-Fatāwī al-Fiqhiyah al-Kubrā ini ada tiga kasus. Pertama, kasus kemasukan air ke dalam kuping. Kedua, Tertekannya air saat membersihkan najis di dalam mulut. Dan ketiga, kemasukan air ketika berkumur.
Kasus pertama dan kedua tidak membatalkan puasa karena pembasuhan secara berlebihan dalam dua kasus ini tidak ada unsur kesembronoan. Untuk kasus ketika membatalkan jika pembasuhannya berlebihan. Pembasuhan dalam kasus ketiga ini dianggap ada unsur sembrono.
Jadi, jika disederhanakan dari tiga kasus ini ada dua hukum; kasus pertama dan kedua tidak membatalkan puasa dan kasus ketika membatalkan. Perbedaan dua hukum ini dilatarbelakangi karena adanya unsur kesembronoan atau tidak ada. Wallāhu a’lam!
Rujukan: Syekh Ibu Hajar. Al-Fatāwī al-Fiqhiyah al-Kubrā. Juz 2, halaman 74. Maktabah Islāmiyah.
Penulis & Editor: Syifaul Qulub Amin/Pengurus LTN PCNU Bangkalan
Comment here