KajianNews

Sumpah Membawa Susah: Sejarah Terbentuknya Takbir Iduladha

Kenapa Dinamakan Hari Tarwiyah, Arafah, dan Nahr?

Ketika Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berkurban seribu ekor, tiga ratus ekor sapi dan seratus ekor unta, malaikat dan manusia heran tentang apa yang dilakukannya. Namun, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam menanggapinya dengan biasa saja, beliau berkata:

“Semua yang saya kurbankan bukanlah apa-apa. Demi Allah, andaikan saya punya anak, akan saya kurbankan di jalan Allah Taala.”

Selang beberapa waktu, beliau lupa pada sumpah yang dikatakannya dan berdoa agar diberi seorang anak dan Allah mengabulkannya dengan memberi kabar bahagia akan kehamilan sang istri.

Setelah putranya beranjak remaja (berumur tujuh tahun/ tiga belas tahun) beliau bermimpi memenuhi nadzar yang telah didengungkannya. Ibnu Abbas radhiyallah ‘anhu menjelaskan tentang mimpi Nabi Ibrahim ‘alaihissalam ketika malam Tarwiyah. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam melihat seorang dalam mimpinya dan dia berkata:

“Wahai Ibrahim, laksanakanlah nadzarmu!”

Pagi tiba, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam ber-tarwiyah (berpikir apakah mimpi ini datang dari Allah Taala ataukah dari syaitan?). Dari Peristiwa inilah hari tersebut dikatakan Yaumun Tarwiyah.

Pada sorenya, beliau bermimpi untuk yang kedua kalinya, dan pada pagi harinya, beliau Arafah (mengetahui mimpi itu datang dari Allah Taala.) Dari peristiwa ini, hari itu dinamakan Yaumul Arafah (hari tahunya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam) dan tempat kejadian tersebut dinamakan Arafāt.

Tidak cukup pada hari itu, hari ketiga beliau bermimpi lagi dan akhirnya beliau merasa (merasa susah karena harus menyembelih Ismail yang masih remaja) dan hari itu pun disebut Yaumun Nahr (hari penyembelihan).

Godaan Iblis kepada Nabi Ibrahim, Isma’il, dan Siti Hajar

Pada saat Nabi Ismail ‘alaihissalam hendak pergi bersama Nabi Ibrahim ‘alaihissalam ke tempat penyembelihan, beliau berkata kepada istrinya, Siti Hajar, ibu Ismail,

“Pakaikanlah anakmu dengan pakaian yang bagus, saya ingin pergi bersama dengannya untuk bertamu.’’

Kemudian sang ibu memakaikan baju yang bagus, memakaikan minyak, serta menyisir rambut Ismail remaja. Setelah rampung persiapan untuk pergi, mereka pergi bersama dengan tali dan pisau yang tak lupa dibawa oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam menuju Mina. Di perjalanan, Nabi Ibrahim tidak luput dari godaan iblis.

“Apakah kamu tidak melihat keistikamaan, bagus rupawan, dan baik akhlak Isma’il,’’ ganggu iblis.

Nabi Ibrahim menjawab, “Ia saya tau, tapi mau bagaimana lagi, saya sudah diperintahkan.’’

Iblis pun putus asa kerana Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tak terpengaruh dan iblis mengubah rencana tuk memberi tau kepada istri Nabi Ibrahim tentang penyembelihan anaknya tersebut.

Iblis berkata, “Mengapa kamu hanya tunduk saja sedangkan Ibrahim membawa tali dan pisau tuk membunuh Ismail anakmu.’’ Goda Iblis.

‘’Jangan dusta kamu, mana ada bapak membunuh anaknya sendiri!” Jawab Siti Hajar.

Iblis pun berkata lagi, ‘’Ibrahim membawa tali dan pisau tuk membunuh Ismail.’’

‘’Apa alasan Ibrahim membunuhnya,’’ tanya Siti Hajar pada iblis.

‘’Dia menyangka hal tersebut diperintah oleh Tuhannya.’’

Lalu Siti Hajar membalas, “Seorang nabi tak diperintah tuk melaksanakan kebatilan dan ia berani menebus ruh saya dengan mengganti raganya, apa lagi dengan anak saya.’’

Iblis pun putus asa untuk yang kedua kalinya. Akan tetapi, Iblis kembali kepada Ibrahim, dan dia pun langsung berkata kepada Ismail remaja.

“Mengapa kamu kok bersenang-senang dan bermain-main, padahal ayahmu membawakan tali dan pisau tuk menyembelih?’’

“Janganlah berdusta, ayah tidak akan menyembelih saya,” jawab Nabi Ismail.

“Ayahmu mengira penyembelihanmu diperintah Tuhannya,’’ ganggu lagi Iblis pada Ismail kecil.

Nabi Ismail menjawab dengan santai, “Kalau memang hal itu diperintah, iya saya nurut saja.’’

Dan ketika Iblis hendak mengucapkan sekata patah lagi, Nabi Ismail mengambil batu dan melemparkannya pada Iblis, kemudian mencungkil mata kirinya. Setelah itu, Iblis pun pergi dengan tangan kosong. Hanya membawa kerugian.

Dari peristiwa ini Allah Taala mewajibkan melempar batu di tempat itu karena takut pada syaitan dan ikut pada tindak lampah Nabi Ismail ‘alaihissalam . Dan sesampainya di Mina, Nabi Ibrahim membacakan ayat kepada Nabi Ismail:

يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى
Artinya: “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu.” (QS. As-Shoffat: 102)

Ayat di atas dibacakan oleh Nabi Ibrahim dengan tujuan untuk mengetahui apakah Nabi Ismail taat dengan perintah Allah Taala. Setelah Nabi Ismail mendengar ayat yang dibaca ayahnya tercinta, beliau menjawab dengan jawaban yang juga diabadikan di dalam al-Qur`an surat As-Shoffat ayat 102):

يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِين
Artinya: “Dia (Ismail) menjawab, wahai ayahku, lakukanlah apa yang di perintahkan Allah kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS. As-Shoffat: 102)

Mendengar jawaban putranya, Nabi Ibrahim sadar bahwasanya Allah taala telah menerima panjatan doanya, yang juga termaktub dalam alquran As soffat ayat 100.

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
Artinya: “Ya tuhanku, anugrahkanlah kepadaku seorang anak yang termasuk orang soleh.” (QS. As-Shoffat: 100)

Kemudian Nabi Ibrahim memuji kepada sang khalik karena telah diberikan anak yang soleh.

Lima Wasiat Nabi Isama’il ‘alaihissalam

Mengerti ayahnya membawa tali dan pisau tuk menyembelih dirinya, Nabi Ismail berwasiat kepada ayahhandanya. Wasiatnya sebagai berikut:

  1. Ikatlah tangan saya pada waktu penyembelihan, khawatir saya melawan ayah;
  2. Hadapkan wajah saya kepada bumi supaya ayah tidak melihatnya, akibatnya ayah tak tega karena kasih sayang kepada saya;
  3. Angkatlah baju atau pakaian ayah, supaya tidak terkena percikan darah dan bisa mengurang pahalanya, dan takut ibu melihatnya dan sedih;
  4. Pertajamlah pisau yang akan di gunakan untuk menyembelih saya, serta di percepat sembelIihannya, biar saya langsung wafat, karena mati itu adalah perkara yang sangat berat;
  5. Basuhlah baju gamis saya dan berikan kepada ibu agar supaya dijadikan alat melepas rindu serta katakanlah kepada ibu agar bersabar atas perintah Allah, jangan beri tahu ayah menyembelih saya, usahakan jangan pertemukan ibu dengan anak sebaya saya, agar ibu tidak teringat saya dan terus bersedih dan yang terakhir, Ketika ayah melihat anak sebaya saya, janganlah didekati, khawatir ayah merasa menyesal dan khawatir.

Nabi Ibrahim pun sangat bahagia mendengar wasiat dari anaknya sehingga beliau berkata, “Paling baik pertolongan adalah kamu anakku.’’ Dan diletakkan Nabi Ismail di batu yang besar untuk mulai menyembelih, kemudian mengambil pisau yang selanjutnya diletakkan di leher putranya, tapi ada hal yng aneh ketika Nabi Ibrahim ingin memulai, pisau yang sudah disembelih ke leher putranya dengan kuat, tak mampu memotongkan leher sang putra.

Dari peritiwa di ini, Allah membuka penutup dari pandangan malaikat yang ada di langit dan di bumi, setelah malaikat melihat peristiwa ini, mereka langsung bersujud kepada Allah Taala. Dan Allah berkata kepada mereka, “lihatlah kalian semua kepada hambaku dimana ia menjalankan pisau pada anaknya karena mencari ridha Allah, sedang kalian masih protes saat saya berfirman, saya hendak jadikan khalifah (pemimpin dan penguasa} di bumi dengan mengatakan dalam surat al-Baqarah ayat 30:

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُواْ أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ
Artinya: “Mereka berkata, apakah kamu hendak menjadikan orang yang akan menjadi perusak serta menumpahkan darah di sana, sedangkan kami selalu bertasbih dan menyucikan namamu.” (QS. al-Baqarah: 30)

Terbentuknya Takbir Iduladha

Kemudian Nabi Ismail berkata kepada Nabi Ibrahim ketika Nabi Ibrahim gagal memenggal leher sang Ismail remaja, “Wahai ayahku, lepaskanlah tali yang ada di tangan serta kaki sehingga Allah tak melihat saya dalam keadaan terpaksa, dan letakkan pisau di leher saya supaya malaikat tahu bahwa saya taat kepada Allah dan perintah-Nya, dengan kehendak saya, tanpa ada paksaan.”

Nabi Ibrahim melepas tali serta menghadapkan wajah nya ke bumi dan menyembelih sekuat tenaga, tapi hasilnya nihil, tetap saja tak bisa terpotong dengan kehendak Allah taala. Karena ketidakberhasilan yang ke dua kalinya, Nabi Ismail berkata kepada ayahnya, “Kekuatanmu melemah karena cintamu kepadaku saat menyembelihku.’’

Setelah itu Nabi Ibrahim mencoba kepada batu itu, terbelahlah batu itu menjadi dua. Beliau berkata, “Batu saja terpotong, tetapi kenapa pada daging kok tidak,” dengan seizin Allah pisau itu berkata, “hal tersebut karena kuasa Allah wahai Nabi Ibrahim, kamu berkata potonglah, tapi Allah memerintah jangan. bagaimana saya menurutimu dengan maksiat kepada Allah Taala. Kemudian Allah Taala berfirman dalam surat As-Shoffat ayat 104—107:

وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ (104) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (105) إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاء الْمُبِينُ (106) وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (107)
Artinya: “Dan kami panggil dia, hai Ibrahim As., sesungguhnya kamu tidak membenarkan mimpi itu, sesungguhnya. Demikian kami membalas kepada orang yang baik, karena sesungguhnya itu benar bemar ujian yang nyata, dan kami tebus anak itu dengan seekot sembelihan yang besar.” (QS. As-Shoffat: 104—107)

Maksud dari ayat di atas, Nabi Ibrahim memilih ridha Allah dari pada putranya. Maka dari itu, Allah masukkan hal itu sebagai orang yang taat akan perintahnya, kemudian penyembelihan ini dimaksudkan untuk menguji beliau yang pada akhirnya beliau berhasil dan oleh Allah diganti dengan perintah menyembelih kambing. Kambing yang dibuat kurban oleh Nabi Ibrahim adalah kambing yang datang dari surga, yaitu kambing kurbannya Habil Ibnu Adam yang di terima oleh Allah. Kambing tersebut hidup di surga sehingga dibuat tebusan menggantikan Nabi Ismail dengan kambing yang sangat besar.

Setelah malaikat Jibril melihat Nabi Ibrahim hendak menyembelih leher Nabi Ismail, dengan penuh takdim kepada Allah, dan takjub pada Nabi Ibrahim, beliau berkata (الله أكبر الله أكبر) dan disambung oleh Nabi Ibrahim (لا إله إلا الله والله أكبر ) kemudian dilanjutkan oleh Nabi Ismail ( الله أكبرولله الحمد). Dari peristiwa ini, sempurnalah kalimat takbir dan Allah mewajibkan kepada kita membaca pada khutbah shalat Idul Adha, karena ikut tindak lampah Nabi Ibrahim alaihissalam.

Semoga bermanfaat!

Rujukan: Durratun-Nasihin Fil-Wa’di Wat-Irsyad karya Syaikh Usman Bin Hasan Bin Ahmad As-Syakir.

Penulis: Syifaul Qulub Amin

Editor: Syifaul Qulub Amin

Comment here