Kajian

MITOLOGI PESANTREN: Mendapatkan Ilmu Laduni

Oleh: Muniri Faqod, S.HI, M.HI*

Salah satu mitologi pesantren adalah Ilmu Laduni. Biasanya rujukan bahasannya pada kitab Al-fiyah Ibnu Malik; “Wafi Ladunni Laduni qalla wafi, qadni wa qathni alhadfu aidzan qad yafii”, kurang lebih artinya “jangan berharap mendapatkan ilmu tanpa usaha belajar (Laduni), sebab hal itu hanya dapat diraih oleh orang yang khos (spesifik)”. Pada bait syair ini, ada pengakuan bahwa ilmu Laduni itu ada, namun hanya didapati oleh orang yang khusus (tertentu) saja.

Dari pengakuan adanya ilmu laduni ini, penulis mencoba menghubungkan dengan temuan seorang ilmuan William McDougall. Ia melakukan ujicoba pada tikus jantan dan betina yang merupakan spesies tikus putih, dari strain Wistar, yang telah dibesarkan dengan hati-hati di bawah kondisi laboratorium selama beberapa generasi. Tugas mereka adalah belajar melarikan diri dari tangki air yang dibangun khusus dengan berenang ke salah satu dari dua gang yang mengarah keluar dari air.

Eksperimen ini dilakukan pada tikus sebanyak 32 generasi dan membutuhkan waktu 15 tahun untuk menyelesaikannya. Ternyata ada kecendrungan, generasi tikus berikutnya lebih cepat belajarnya, bahkan melebihi generasi tikus sebelumnya, sedangkan generasi tikus yang belajarnya lambat, generasi tikus keturunannya juga relative lambat. Dari ujicoba ini, maka bisa disimpulkan ternyata pengetahuan bisa diturunkan ke generasi selanjutnya.

Fakta selanjutnya bertambah menarik, ternyata bukan hanya tikus dari keturunan spesies tikus putih, dari strain Wistar saja yang bisa melarikan diri dari tangki air yang dibangun khusus, yang memiliki kecendrungan lebih cepat. Tikus lain yang tergolong spesies berbeda, di tempat lain, bahkan di benua lain, juga memiliki kecendrungan lebih cepat melewati tangki air yang dibangun khusus sebagaimana yang dilalui oleh keturunan tikus strain Wistar.

Temuan dari hasil ujicoba yang dipaparkan di atas, menunjukkan bahwa pengetahuan bukan hanya diturunkan melalui DNA ke generasi selanjutnya. Lebih tepatnya, satu spesies tikus tertentu ketika belajar sesuatu, maka pengetahuan itu diupload ke suatu media penyimpanan tertentu di alam semesta sehingga pengetahuan itu bisa diakses/didownload tikus lainnya yang tergolong spesies serupa, medan ini disebut medan morfogenetik.

Menurut Rubert Sheldrake ahli biologi, Medan Morfogenetik adalah sistem alami, atau satuan morfik, pada semua tingkat kompleksitas atom, molekul, kristal, sel, jaringan, organ, organisme, dan organisme hidup masyarakat, diorganisasikan, dan dikoordinasikan oleh bidang morfik, yang berisi memori yang melekat. Sistem alami mewarisi ingatan kolektif ini dari semua hal sebelumnya dari jenisnya dengan proses yang disebut resonansi morfik, dengan hasil bahwa pola perkembangan dan perilaku menjadi semakin kebiasaan melalui pengulangan. Ada spektrum bidang morf yang berkelanjutan, termasuk medan morfogenetik, bidang perilaku, bidang mental, dan bidang sosial dan budaya.

Rubert Sheldrake berbicara tentang bidang morfogenetik (atau bidang-M) sebagai pola pengorganisasian yang tak terlihat yang bertindak seperti templat energi untuk menetapkan bentuk pada berbagai tingkat kehidupan. Sederhananya, capaian-capaian kehidupan masa lalu leluhur kita, hingga ke generasi berikutnya, dan berikutnya, hingga sampai pada kita, sebenarnya diwariskan kepada kita.

Mari kita perhatikan anak-anak kecil sekarang, yang lebih cepat paham teknologi, padahal pegang gadget baru beberapa saat. Kenapa ini bisa terjadi pada anak kecil? Ya, karena semua pengetahuan manusia sejak manusia pertama sampai sekarang semua databasenya ada di medan morfogenetik, hasil pembelajaran semua manusia saat ia belajar sesuatu juga diupload ke medan yang sama.

Kalau kita memperhatikan anak kecil, tentu ada banyak kelebihannya. Khususnya, kondisi gelombang otaknya yang kebanyakan berada di gelombang otak tenang, jauh dari ruwet. Dan sebenarnya, semua manusia dewasa sekalipun dalam keadaan batin tertentu, bisa mendownload pengetahuan di medan morfogenetik. Alhasil, jika ada orang yang tiba-tiba bisa dan tiba-tiba paham, kemungkinan besar secara sadar maupun tidak sadar telah mengakses medan tersebut.

Mungkin saja, kondisi mengakses medan morfogenetik ini, pernah dialami oleh Mbah Kholil (Syaikhona Kholil) saat mendapatkan ilmu Laduni, ia belajar kepada Kiyai Abu Dzarrin Pasuruan yang sudah meninggal. Menurut cerita, Mbah Kholil menghatamkan Al-Qur’an di pusaranya selama 41 hari, tiba-tiba Mbah Kholil tertidur. Dalam mimpi Kiyai Abu Dzarrin mengajari Mbah Kholil beberapa kitab dalam Fan Nahwu. Ajaibnya, ketika bangun, semua yang diajarkan di alam mimpi, masih melekat dalam ingatannya. Konon kitab yang diajarkan Kiai Abu Dzarrin dalam mimpi Kiai Kholil itu adalah Jurumiah, Alfiah dan Imrithy.

Inilah penjelasan bagaimana Ilmu Laduni bekerja, sebagaimana yang dialami oleh kalangan Pesantren, yang saat ini masih dianggap mitos oleh kalangan di luar pesantren. Kalaupun mempercayai penjelasan ini, itupun akan memilih kesimpulam pertama, yakni pengetahuan diturunkan ke generasi selanjutnya.

Setelah kita memahami bahwa alam semesta memiliki memori. Maka, apa yang harus kita lakukan untuk terhubung ke situ? Dan kemungkinannya kita bisa jadi cerdas bahkan tanpa sekolah. Dengan kemungkinan ini, apa yang terjadi pada Nabi Muhammad yang bisa tahu kisah-kisah nabi terdahulu dengan akurat, kemungkinan beliau entah disadari atau tidak disadari, beliau telah mengakses databasenya.

Kata kuncinya, jika mau mengakses medan morfogenetik, yaitu membuat atensi dan membangun koneksi. Orang Pesantren juga mempunyai tradisi membangun koneksi ini, dan menyebutnya sebagai tawasshul. Dengan melakukan tawasshul (mengirim fatihah) kepada Ulama tertentu yang mempunyai tingkat spiritual tertentu dan berkualitas secara keilmuan, berarti sudah membangun koneksi kepada ulama tersebut. Ketika sudah terbangun koneksinya, selanjutnya niat mau duplikasi pengetahuannya, dan hal-hal lain yang bermanfaat bagi diri dan orang lain.

Nah, penulis hingga saat ini, belum menemukan padanan istilah medan morfogenetik. Penulis hanya menduga-duga, jangan-jangan yang dimaksud medan morfogenetik adalah lauhul Mahfudz ( kitab tempat Allah meuliskan segala catatan kejadian di alam semesta).

*Sekretaris Lakpesdam NU Bangkalan


Comment here