Berdoa adalah salah satu bentuk komunikasi dengan Tuhan yang sangat signifikan dalam kehidupan manusia. Melalui doa, seseorang bisa menyampaikan harapan, permohonan, dan rasa syukur serta untuk memperbaiki hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginan. Namun, mengingat doa juga sebuah ibadah, tentunya memiliki beberapa tatakrama serta waktu-waktu khusus agar doa yang dilangitkan mudah menembus ke jalur langit atau dikabulkan.
Salah satu waktu yang sangat mustajab untuk memanjatkan doa adalah di sepertiga malam, di mana pada waktu itu Allah Swt. turun ke langit dunia untuk mengabulkan permintaan hambanya. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad Saw:
ينزل ربنا تبارك وتعالى كل ليلة إلى السماء الدنيا ، حين يبقى ثلث الليل الآخر، يقول : من يدعوني فأستجيب له ، من يسألني فأعطيه ، من يستغفرني فأغفر له
Artinya: “Allah turun ke langit dunia di sepertiga malam yang akhir pada setiap malamnya. Kemudian berfirman: “Orang yang berdoa kepadaku akan Ku kabulkan, orang yang meminta sesuatu kepadaku akan Ku berikan, orang yang meminta ampunan dariku akan Ku ampuni.”
Selain di sepertiga malam, masih ada lagi waktu-waktu agar doa lebih ampuh dan terkabul. Imam Al-Ghazali menjabarkan dalam kitab Ihya’ Ulumiddin, orang yang memanjatkan doa hendaklah memilih waktu yang lebih utama, misalnya di hari Arafah, bulan Ramadhan, hari Jumat dan waktu sahur. Kemudian beliau menambahkan redaksi sebagai berikut:
أن يغتنم الأحوال الشريفة قال أبو هريرة رضي الله عنه إن أبواب السماء تفتح عند زحف الصفوف في سبيل الله تعالى وعند نزول الغيث وعند إقامة الصلوات المكتوبة فاغتنموا الدعاء فيها
Artinya: “Hendaklah seseorang mempergunakan kesempatan berdoa pada keadaaan-keadaan yang mulia. Abu Hurairah berkata: Sesungguhnya pintu-pintu langit dibuka ketika perang fi sabilillah berkecamuk, turunnya hujan, dan ketika sedang melakukan shalat wajib. Maka, perbanyaklah berdoa pada waktu itu.”
Salah satu waktu ijabah yang disebutkan di
atas adalah hari Jumat, tentu tidak sehari penuh, melainkan hanyalah sesaat dan ulama tidak ada yang menentukan secara tegas mengenai di bagian mana waktu ijabah di hari Jumat. Namun, mayoritas ulama mengatakan bahwa waktu ijabah itu terdapat pada saat duduknya khatib di atas mimbar sebelum ia berkhutbah dan salamnya imam jamaah shalat Jumat.
Pendapat tersebut bertendensi pada hadis riwayat Imam Muslim dan Imam Abi Dawud sebagai berikut:
عَنْ أَبِي مُوْسَى اَلْأَشْعَرِيِّ قَالَ قَالَ لِيْ عَبْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ أَسَمِعْتَ أَبَاكَ يُحَدِّثُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِيْ شَأْنِ سَاعَةِ الْإِجَابَةِ؟ قَالَ قُلْتُ نَعَمْ سَمِعُتُهُ يَقُوْلُ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ هِيَ مَا بَيْنَ أَنْ يَجْلِسَ الْإِمَامُ إِلَى أَنْ تُقْضَى الصَّلَاةُ
Artinya: “Dari Abi Musa Al-Asy’ari, ia berkata: Abdullah bin Umar berkata kepadaku: Apakah kau pernah mendengar ayahmu bercerita dari Rasulullah Saw. tentang waktu ijabah? Aku menjawab: Ya. Aku pernah mendengar ayahku mendengar dari Rasulullah bahwa beliau bersabda: Waktu ijabah adalah waktu di antara duduknya imam sampai selesainya shalat Jumat.” (HR. Muslim dan Abi Dawud)
Mengenai hal ini kemudian Syekh Jalaluddin al-Bulqini menjelaskan bahwa doa yang dipanjatkan tidak harus dalam bentuk ucapan, tapi juga bisa berupa perkataan hati sehingga tidak bertentangan dengan ketegasan ulama bahwa seseorang dilarang berbicara pada saat khotbah sedang berlangsung.
Penting dicatat juga bahwa doa tak sembarang dipanjatkan, sekalipun Allah Swt. Maha Tahu terhadap keperluan hambanya, akan tetapi spesifik dalam berdoa sangatlah esensial. Terkadang kesalahan dalam berdoa bisa menghadirkan hasil yang tidak memuaskan atau justru mengecewakan meski tanpa disadari. Hal ini tercermin dari kisah seorang Rajul yang terpapar dalam kitab ihya’ ulumiddin.
Ar-Rajul adalah seorang suami juga seorang ayah dari anak yang masih ada di dalam kandungan istrinya. Suatu hari ia ingin pergi merantau ke negeri lain untuk waktu yang cukup lama, ia pun sempat berdoa dan menitipkan kepada Allah Swt. agar diberikan keselamatan terhadap anak yang dikandung istrinya.
Singkat cerita suatu hari Ar-Rajul pun pulang dari perantauan dan ternyata istrinya sudah meninggal dalam keadaan hamil bahkan sudah dikuburkan tanpa sepengetahuannya. Ar-rajul mengira, doanya tidak terkabulkan. Namun, anehnya setiap malam kuburan sang istri mengeluarkan cahaya yang berkobar persis seperti api. Ar-rajul mengungkapkan, istrinya adalah wanita yang istikamah puasa dan shalat malam.
Jadi, tidak mungkin kobaran itu adalah api yang menjadi adzab bagi istrinya. Ar-rajul pun sangat penasaran dan memberanikan diri untuk mengecek ke dalam kuburan. Betapa kaget sang Ar-Rajul mendapati pemandangan di dalam kubur istrinya, seorang anak kecil yang mulai menghampirinya dengan tampilan wajah yang sangat persis dengannya.
Pada waktu itu juga terdengarlah suara dari atas langit, “itu adalah anakmu, seandainya kamu menitipkan dengan ibunya, niscaya ia juga akan masih hidup”. Ar-Rajul pun membawa anak itu dan membawanya pulang.
Demikian keterangan di atas mengenai waktu-waktu ijabah untuk berdoa serta pentingnya spesifik dalam penyebutan doa yang tertuang dalam kitab-kitab salaf . Allāhu a’lam.
Penulis: Amir Ibrahim, Pengajar Dipondok Pesantren Al Hikmah Darussalam, Tepa’nah Barat, Kokop, Bangkalan.
Editor: Syifaul Qulub Amin
Comment here