Kolom

Makna Dibalik Ucapan ‘Minal ‘Aidin wal Faizin’

Oleh : KH. Makki Nasir, M.Pd*

Ucapan selamat atau tahniah atas datangnya momen tertentu bisa saja merupakan tradisi atau adat. Sementara hukum asal suatu adat adalah boleh, selagi tidak ada dalil tertentu yang mengubah dari hukum asli ini. Hal ini juga merupakan madzhab Imam Ahmad. Mayoritas ulama menyatakan, ucapan selamat pada hari raya hukumnya boleh (lihat: al-Adab al-Syar’iyah, jilid 3, hal. 219).


Al-Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan, ucapan selamat (tahniah) secara umum diperbolehkan, karena adanya nikmat, atau terhindar dari suatu musibah, dianalogikan dengan validitas sujud syukur dan ta’ziyah (lihat al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, jilid 14, hal 99-100).


Berdasarkan keterangan di atas, maka setiap ucapan baik, apalagi merupakan doa, dalam momen nikmat atau bahkan musibah, adalah sesuatu yang boleh, bahkan baik untuk dilakukan. Dengan kalam lain, ucapan di Idul Fitri yang terbaik memang ‘taqabbalallahu minna wa minkum’. Namun bukan berarti doa dan ucapan lain yang baik itu tidak diperbolehkan.

Minal ‘Aidin wal Faizin ( مِنَ العَائدِيْنَ والفَائِزِينَ ) dalam bahasa Indonesia berarti ‘Semoga kita termasuk orang yang kembali dan menuai kemenangan’.
Kita yakin, orang yang mengucapkannya tidak akan memaknainya ‘kembali pada kemaksiatan pascaramadhan, meraih kemenangan atas bulan Ramadhan sehingga kita bisa kembali berbuat keburukan’.


Pun, jangan memaknai Minal ‘Aidin Wal Faizin’ dengan ‘Mohon Maaf Lahir Batin’, hanya karena biasanya dua kalimat itu beriringan satu sama lain. Itu sama saja dengan ‘membahasa-Inggriskan’ keset (alas pembersih sandal di depan pintu jika masuk rumah) dengan welcome, dengan alasan tulisan itu biasanya ada di keset.
Makna popular kalimat tersebut adalah جَعَلَنَا اللَّهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ العَائِدِيْنَ إِلَى الفِطْرَةِ وَالفَائِزِيْنَ بِالجَنَّةِ ‘Ja’alanallahu wa iyyakum MINAL ‘AIDIN ilal fithrah WAL FAIZIN bil jannah’ (Semoga Allah menjadikan kita semua sebagai orang yang kembali pada fitrah dan menuai kemenangan dengan meraih surga).


Jadi jangan khawatir. Maknanya bukan kembali ke perbuatan maksiat dan menang telah menaklukkan Ramadhan. Tanda orang yang diterima ibadahnya, ia makin meningkatkan ketaatan dan makin meninggalkan kemaksiatan (min ‘alamati qabulit-tha’ah fa innah tajurru ila tha’atin ukhra).

Apa makna fitrah? Setidaknya ia memiliki dua makna: Islam dan kesucian.
Makna pertama diisyaratkan oleh hadits (artinya): “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia (sebagai/seperti) Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”


Sisi pengambilan kesimpulan hukum atau wajh al-istidlal-nya, Nabi telah menyebutkan agama-agama besar kala itu, namun Nabi tidak menyebutkan Islam. Maka fitrah diartikan sebagai Islam. Dengan ujaran lain, makna kembali ke fitrah adalah kembali ke Islam, kembali pada ajaran, akhlak, dan keluhuran budaya Islam.
Makna fitrah yang kedua adalah kesucian. Makna ini berdasarkan hadits Nabi (artinya), “Fitrah itu ada lima: khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis, mencabut/menghilangkan bulu ketiak, dan memotong kuku.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Kelima macam fitrah ini semuanya kembali pada praktik kebersihan dan kesucian. Dapat disimpulkan kemudian bahwa makna fitrah adalah bersih dan suci. Minal ‘Aidin ilal fithrah, berarti kita mengharap kembali menjadi orang bersih dan suci. Dengan keyakinan pada hadits Nabi, orang yang shiyam dan qiyam (berpuasa dan menghidupkan malam) di bulan Ramadhan, karena iman dan semata mencari ridha Allah, akan diampuni dosanya yang telah lalu.

Harapannya, semoga kita seperti bayi yang baru lahir dari rahim ibu, bersih-suci dari salah dan dosa. Amin… Sementara panjatan doa “Semoga kita menuai kemenangan dengan meraih surga – Wal Faizin bil jannah”, sangat terkait dengan tujuan puasa Ramadhan dan happy ending bagi orang yang berhasil membuktikan tujuan itu.
Dalam al-Baqarah ayat 183 dijelaskan bahwa tujuan puasa Ramadhan adalah ‘agar kalian bertakwa (la’allakum tattaqun)’. Sedangkan Surat al-Hijr ayat 45 dan Ali Imran ayat 133 menjelaskan, bagi orang bertakwa itu hadiahnya adalah surga.

Ringkasnya, puasa berdampak takwa. Takwa berhadiah surga. Hal inilah yang menjadi harapan orang yang berpuasa Ramadhan. Ia ingin dijadikan sebagai orang bertakwa dengan sebenarnya, dan mengharap menjadi salah satu penghuni surga.
Itulah makna kemenangan yang terucap dalam ‘wal faizin’ itu. Bukan kemenangan atas Ramadhan, sehingga bebas melakukan keburukan karena merasa sudah ‘menang’!

*Ketua PCNU Bangkalan

Comment here