
Keluarnya sesuatu dari kemaluan itu adakalanya berupa benda yang biasa keluar seperti kencing, adakalanya berupa benda yang jarang keluar seperti darah dan batu, hukumnya pun juga berbeda-beda, ada kalanya yang keluar itu najis seperti air seni, ada kalanya suci seperti mani, dan semua itu sudah maklum.
Namun, ada beberapa hal yang masih samar, yaitu mani, madzi dan wadzi, ulama merinci semua itu dengan beberapa ciri-ciri yang dapat membedakan antara satu dengan yang lain. Adapun perinciannya sebagai berikut:
Mengenal Mani
Mani adalah cairan yang berwarna putih yang biasanya ketika keluar disertai rasa nikmat, keluarnya memancar dengan cepat, berbau adonan roti ketika basah dan berbau putih-putihnya telur ketika sudah kering.
Adapun hukumnya mani itu suci. Namun, walaupun suci, orang yang mengeluarkan mani wajib mandi, baik keluarnya itu sebab melakukan jima’ atau tidak, baik dalam keadaan tidur ataupun terbangun. Dalil diwajibkannya mandi ialah hadis yang diriwayatkan oleh Abi Sa’id al-Khudrīyi:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رضي الله تعالى عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: الْمَاءُ مِنْ الْمَاءِ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)
Artinya : “Dari Abu Sa’id Al-Khudrīyi radhiyallahu anhu. Ia berkata, Rasulullah Saw. bersabda: Air itu karena air. (wajibnya mandi karena keluarnya air mani).” (HR. Imam Muslim)
Sedangkan dalil sucinya mani itu sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah berikut:
عَنْ عَائِشَةَ فِي الْمَنِيِّ قَالَتْ: كُنْتُ أَفْرُكُهُ مِنْ ثَوْبِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ “(مسلم، صحيح مسلم، ٢٣٨/١)
Artinya : Dari Sayyidah Aisyah R.A. tentang mani, beliau berkata “Aku menggosok mani dari pakaian Rasulullah Saw.”
Mengenal Madzi
Madzi adalah cairan yang berwarna putih atau kuning yang biasanya keluar ketika adanya syahwat yang tidak begitu kuat, menurut Ibnu Shalah, madzi itu ketika musim dingin berwarna putih dan kental, tapi ketika musim panas berwarna kuning dan tidak kental.
Adapun hukumnya madzi itu najis, tidak mewajibkan mandi, tetapi membatalkan wudu’ sebagaimana pendapat ulama’ yang bertendensi terhadap hadis Rasulullah Saw. berikut:
انما تغسل ثوبك من البول والغائط والمذي والقيئ (رواه الامام احمد)
Artinya: “Hendaknya kamu basuh bajumu sebab terkena air kencing, kotoran besar, madzi dan muntahan.” (HR. Imam Ahmad)
Mengenal Wadzi
Wadzi adalah cairan yang berwarna putih keruh dan kental yang biasanya keluar setelah kencing atau ketika membawa benda yang berat.
Adapun hukum wadzi disamakan dengan madzi, yakni najis, tidak mewajibkan mandi, tapi membatalkan wudhu’, sebagaimana penjelasan Syekh Abu Bakar bin Muhammad al-Hisni dalam kitab Kifayatul Akhyar:
وحجة نجاسته حديث علي رضي الله عنه في قوله كنت رجلا مذاء فاستحييت ان اسأل رسول الله صلى الله عليه وسلم فامرت المقداد فساله فقال يغسل ذكره ويتوضأ رواه مسلم – الى ان قال- ويدخل في كلام الشيخ ايضا الوذي وهو ابيض كدر ثخين يخرج عقب البول من مخرج البول
Artinya: “Adapun hujah tentang najisnya madzi ialah berdasarkan hadis yang diriwayatkan Sayyidina Ali Bin Abi Tholib, dia berkata: Aku adalah seorang laki-laki yang sering mengeluarkan madzi, tapi aku malu untuk bertanya kepada Rasulullah Saw. Maka, aku memerintah Miqdad agar menanyakan hal itu kepada Rasulullah, kemudian dia bertanya dan Nabi menjawab basuhlah dzakarnya dan berwudhu’lah. (HR. Imam Muslim)
“Termasuk juga dikategorikan madzi, yaitu wadzi. Wadzi adalah cairan yang berwarna putih, keruh dan kental yang biasanya keluar ketika setelah kencing dari tempat keluarnya kencing.”
Jika Ragu-ragu tentang Sesuatu yang Keluar
Apabila ada seseorang yang ragu-ragu ketika melihat di pakaiannya ada cairan, apakah itu cairan mani, madzi atau wadzi, maka dia boleh memilih, apabila dia memilih mani maka pakaiannya suci, tapi dia wajib mandi. Apabila dia memilih madzi atau wadzi maka pakaiannya itu najis dan tidak wajib mandi.
Rujukan:
– Imam Muslim | Shahih Muslim | Maktabah Syamilah;
– Syekh Ibrahim Al-Bajuri | Hasyiyah Al-Bajuri | DKI 2016;
– Syekh Abu Bakar Bin Muhammad Al-Hisni |Kifayatul Akhyar | Al-Hidayah Surabaya; dan
– Habib Hasan bin Ahmad bin Muhammad bin Salim Alkaf | Taqrirotus Sadidah | Darul Ulum al-Islamiah 2006.
Penulis: Fakhrullah, Santri Aktif Ponpes Syaichona Moh Cholil Bangkalan
Editor: Syifaul Qulub Amin
Comment here