Aswaja NUKajian

Strategi Memperjuangkan Ajaran Ahlussunnah wal-Jamaah di Era Digital

Ilustrasi: Masjid simbol ajaran Aswaja sedang mengalami serangan—(Sumber: Bing Image Creator AI/Dall-E)

Prolog: Melawan Pola Dakwah Diametral di Era Digital

Pola dakwah para pen-tasykīk (peraguan), pen-tadhlīl (penyesatan), atau pen-tabdī (pembidaan) ediologi ajaran Ahlussunnah wal-Jamaah—selanjutnya cukup disebut Aswaja—secara garis besar ada dua pola. Pertama, pola dakwah yang cenderung garang; ekstrem kanan. Kedua, ekstrem kiri atau sangat bebas. Dua pola ini jika ditelaah bersifat diametral. Artinya terbagi dua atau terpisah, tapi seakan-akan berhadapan satu sama lain.

Kelompok yang sering mengkafirkan menjadi contoh nyata dari pola dakwah pertama; ekstrem kanan. Selain memahami ajaran Islam dengan sangat kaku, ciri dari dakwah mereka adalah kerap kali menyalahkan amaliah atau ajaran setiap kelompok yang tidak sepaham dengannya. Bahkan, tidak jarang mengkafirkan kelompok lain yang mereka anggap sesat.

Dan pola dakwah kedua; ekstrem kiri, diwakili oleh kelompok yang sering kita sebut liberal. Kelompok ini sebenarnya rerata berisi mereka paham Islam. Hanya saja, mereka terlalu bebas dalam memahaminya sehingga cenderung mengedpankan akalnya. Akhirnya mereka menabrak batas-batas yang sebenarnya akal tidak bisa menjakau batas itu. Jika kita merunut sejarah, kelompok Muktazilah lah yang memahami Islam dengan cara ini. Mereka nyaris mengabikan nash-nash al-Quran dan Hadis karena berlebihan memuja kemampuan akalnya.

Untuk melawan dua pola dakwah ini, berikut strategi yang bisa kita terapkan.

Strategi Bertahan dan Menyerang

Dr. K.H. Ma’ruf Amin, eks Rais Aam PBNU dan Wakil Presiden RI periode 2019—sekarang, menegaskan bahwa perlunya upaya mengenalkan ajaran-ajaran Aswaja yang telah diyakini selama ini, sekaligus menjawab propaganda keaswajaan berupa peraguan, penyesatan, atau pem-bid’a-an ajaran Aswaja.[1]

Melihat dua pola dakwah semacam ini dan membaca apa yang disampaikan oleh Dr. K.H. Ma’ruf Amin, untuk memperjuangkan ajaran-ajaran Aswaja di era yang serba-digital, secara sederhana bisa kita implementasikan dengan dua strategi: 1) pengenalan ajaran-ajaran Aswaja kepada Umat Islam, strategi bertahan; dan 2) menjawab propaganda-propaganda yang menggiring pada peraguan, penyesatan, atan pembidaan ajaran Aswaja, strategi meyerang.

Dua strategi ini sejatinya sudah terkonsep dalam Ilmu Kalam, walaupun secara implisit. Kita tahu bahwa hukum belajar Ilmu Kalam adalah fardu ain. Sedangkan hukum mendalaminya adalah fardu kifayah. di samping kewajiban ini harus dilaksankan, apabila kita telaah lebih dalam, fardu ain mengisyaratkan pertahanan dari dalam dan fardu kifayah berfungsi untuk menjawab syubhat dari luar.

Artinya, jika kita telah melaksanakan fardu ain, sebenarnya telah membuat tameng dalam diri. Tidak gampang terpengarus oleh ajaran-ajaran di luar Aswaja karena telah memilki dasar Ajaran Aswaja. Sederhanya, Ajaran Aswaja yang telah kita pelajari walaupun hanya sebatas bisa keluar dari kewajiban fardu ain, juga berfungsi sebagai tameng pertama ketika ajaran lain masuk. Dan jika seseorang tersebut ingin melawan, berhadapan langsung, ia harus tidak sekadar memiliki tameng, tapi harus memilki sejanta untuk bisa mengalahkan musuh. Ia harus naik level dengan memperdalam Ilmu Kalam. Dari fardu ain ke fardu kifayah.

Ikhtsar Ajaran Ahlussunnah wal-Jamaah

Menurut Imam Nawawi Banten, Ajaran Islam Ahlussunnah wal-Jamaah terikhtisar sebagai berikut:
– Dalam bidang akidah mengikuti mazhab Abu al-Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturidi;
– Dalam bidang fikih mengikuti mazhab salah satu Imam empat, yakni Hanafi; Maliki; Syafi’i; dan Hambali.
– Dalam bidang tasawwuf mengikuti mazhab Imam Junaid al-Baghdadi dan Abu Hamid al-Ghazali[2]

Epilog: Mempraktikan Ajaran Ahlussunnah wal-Jamaah di Era Digital

Walhasil, di era digital mempraktikan ajaran Aswaja sangatlah penting. Tentu untuk mempraktikannya kita harus mengetahui ajaran-ajaran tersebut terlebih dahulu. Artinya, minimal kita harus melaksanakan kewajiban fardu ain, lalu dikit demi sedikit naik level ke fardu kifiyah untun mengkaunter propagnada yang dilayangkan kelompok ekstrem kanan atau ekstrem kiri.

Maksud mempraktikan tidak hanya berfokus mengamalkan apa-apa yang telah dipelajari, tapi lebih dari itu. Termasuk membuat inovasi dengan cara menyederhankan ajaran Aswaja dalam bentuk apa pun; tulisan, video, dan media digital lainnya.

Selamat berpraktik. Semoga bermafaat!


[1] Kata pengantar Dr. K.H. Ma’ruf Amin atas buku KHAZANAH ASWAJA, Memahami, Mengamalkan, dan Mendakwakan Ahlussunnah wal-Jamaah.

[2] Nihayatuz Zain karya Imam Nawawi Banten (Darur Fikr halaman: 7)

Penulis: Syifaul Qulub Amin

Comment here