Nubangkalan.or.id,- Pada penghujung tahun 2022 intensitas hujan cukup tinggi yang berlangsung selama kurang lebih tiga hari berturut-turut mulai dari tanggal 28 sampai dengan tanggal 31 Desember menyebabkan hampir meratanya bencana alam yang terjadi di seluruh Indonesia mulai dari meluapnya aliran sungai atau banjir, banjir rob, banjir bandang, pohon tumbang hingga terjadinya tanah longsor. Hal ini tak terkecuali bencana banjir yang terjadi di wilayah Kecamatan Blega Kabupaten Bangkalan, (31/12/2022).
Bencana tahunan di Blega ini cukup menyita perhatian banyak pihak, diantaranya Abdullah Hafidi selaku Wakil Sekretaris Dewan Pengurus Anak Cabang (DPAC) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kecamatan Blega.
Alumnus mahasiswa pecinta alam (mapala) yang konsentrasi di bidang Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) di sebuah perguruan tinggi Surabaya ini menyampaikan evaluasi penanganan tanggap bencana yang kurang maksimal dari Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika) setempat.
“Muspika kurang siap dalam menghadapi tanggap bencana yang bahkan sudah menjadi tradisi tahunan ini, mestinya minimal sudah memiliki beberapa perahu karet yang nantinya bisa digunakan untuk mengevakuasi warga terdampak dan ataupun keperluan dropping logistik”, tuturnya kepada nubangkalan.or.id Jumat (6/1/2023).
Sementara masih dalam pantauannya di lapangan ketika bencana banjir berlangsung, petugas malah disibukkan mengurai kendaraan yang memilih parkir di jalan raya tidak melanjutkan perjalanan.
“Padahal meluapnya air sungai sejak masuknya waktu dhuhur (siang, red), lambannya tim tanggap bencana hingga menyebabkan banyak warga terjebak dengan kondisi kelaparan dan kepanikan”. Banjir kali ini dinilainya terparah sepanjang sejarah.
Dan hingga pukul satu dinihari di malam tahun baru 2023, dirinya yang juga terjun untuk mengevakuasi beberapa warga menuturkan bahwasanya debit air belum ada tanda-tanda mengalami penurunan.
“Semakin larut malam, debit air bukannya menurun malah tambah meningkat,” ucapnya penuh khawatir karena masih banyaknya warga yang terjebak dan bertahan di rumah masing-masing yang semakin tenggelam.
“Ironinya lagi warga terdampak banyak yang tidak tersentuh bantuan asupan makanan karena kedalaman air terutama di perkampungan terdekat dengan sungai mencapai lebih dari dua meter”, hal tersebut menurutnya karena tidak adanya perahu karet yang bisa digunakan untuk menyusuri derasnya aliran banjir yang terus meningkat.
“Beruntung bencana ini tidak sampai menelan korban jiwa, meski ada seseorang yang terseret arus dan tersangkut, memilih bertahan di atas pohon hingga air surut,” tutur pria yang juga berkhidmat di kepengurusan Pimpinan Cabang (PC) Jam’iyyah Qurra’ wal Huffazh (JQH) Nahdlatul Ulama (NU) Bangkalan tersebut.
Mitigasi bencana yang selama ini sudah ditempuh oleh pihak berwenang setempat, Praktisi Jam’iyyah Ruqyah Aswaja (JRA) NU Bangkalan ini pun mengapresiasinya.
“Mulai dari normalisasi daerah aliran sungai, pengerukan hingga pelebaran sungai, reboisasi bibir sungai, penyuluhan masyarakat sadar lingkungan untuk tidak membuang sampah di sungai, dan lain sebagainya saya apresiasi setinggi-tingginya,” ucap Hafidi demikian sapaan akrabnya. Langkah konkrit tersebut menjadi jawaban dari aspirasi yang disampaikannya dalam diskusinya dengan pihak terkait di media sosial beberapa tahun silam.
Bahkan jika perlu, kata Hafidi menyampaikan sarannya untuk membuat anak sungai baru yang menghubungkan dari Kali Bungumpang Desa Nyormanis menuju Kali Gubar Desa Rosep. Hal tersebut menurutnya untuk memecah aliran air dan menekan debit air jika sewaktu-waktu terjadi kiriman banjir dari hulu ke hilir.
“Karena Kali Gubar ini membelah perbatasan antara Desa Blega dengan Desa Rosep, tentu harus terjalin komunikasi yang baik antar kepala desa terkait. Termasuk dengan Kepala Desa Nyormanis,” pungkasnya menambahkan agar memperhatikan betul analisa daerah aliran sungai dan sekitarnya, serta terkait dampaknya pada lingkungan. (*)
Comment here