KajianNews

Mencari Rezeki atau Menunggu agar Datang Sendiri?

Ilustrasi: Suasana pasar di pasar tempat berkumpulnya masyarakat dalam mencari rezeki, jual-beli—(Sumber: Bing Image Creator AI/Dall-E)

وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِى ٱلْأَرْضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزْقُهَا

Artinya: “Tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya.”

Ayat di atas mengindikasikan bahwa rezeki seorang hamba sudah diatur dan ditanggung oleh Allah Swt. sehingga seakan kita tidak perlu resah dan bekerja mencari kebutuhan hidup sehari-hari, karena pada kenyataannya bagian rezeki kita sudah tercatat rapi semenjak empat bulan dalam kandungan.

Namun, di sisi lain Allah Swt. juga menginstruksikan bahwa yang manusia dapatkan hanyalah sesuai yang mereka usahakan. Akhirnya, kita sangat kepikiran untuk tidak bekerja, khawatir tidak mendapatkan bagian apapun dalam hidup. Allah Swt. berfirman dalam Surah An-Najm Ayat 39—41:

وَاَنْ لَّيْسَ لِلْاِنْسَانِ اِلَّا مَا سَعٰىۙ، وَاَنَّ سَعْيَهٗ سَوْفَ يُرٰىۖ، ثُمَّ يُجْزٰىهُ الْجَزَاۤءَ الْاَوْفٰىۙ

Artinya: “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.”

Lantas mana yang harus kita jadikan pedoman, mengingat keduanya sama-sama firman Allah yang tidak perlu dipertanyakan kebenarannya?

Sebenarnya, dua penggalan ayat ini tidak perlu di pertentangkan karena keduanya memang mempunyai maksud tersendiri. Jadi, ayat yang pertama sama sekali tidak membantah ayat kedua begitu pun sebaliknya. Sebab, Allah membukakan pintu rezeki untuk hambanya dengan berbagai cara dan perantara. Berikut di antaranya:

Jaminan dari Allah

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, semua mahluk hidup termasuk manusia mendapat jaminan rezeki dari Allah, walaupun tidak bekerja sama sekali. Hanya saja, mungkin rezeki yang ini saja tidak cukup untuk memenuhi beberapa keinginan yang lebih besar dalam hidup.

Hasil Usaha

Selain menunggu rezeki yang sudah dijanjikan Allah, manusia juga bisa mendapat bagian lebih dengan mengusahakan apa yang diinginkannya, sehingga hal inilah yang dimaksud bahwa yang manusia dapatkan hanya sesuai kadar usahanya. Namun, terkadang orang-orang lupa dan mengira jika tidak berusaha maka tidak akan mendapatkan apa-apa.

Dari Sedekah

Ketika seseorang bersedekah, mungkin yang terlihat adalah hartanya yang berkurang, dan kadang hal inilah yang membuat sebagian orang enggan untuk menginfaqkan hartanya. Namun, sebenarnya dengan bersedekah seseorang bisa melipatgandakan rezeki yang di milikinya. Hal ini terbukti setelah kita amati kembali Surat Al Baqarah Ayat 245:

مَنْ ذَا الَّذِى يُقْرِضُ اللهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَعِفَهُ لَهُ اَضْعَافًا كَثِيْرَةً وَاللهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُطُ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ

Artinya: “Barang siapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik,( menginfaqkan hartanya dijalan Allah) maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan(rezeki) dan kepadanyalah kamu dikembalikan.”

Rezeki karena Menikah

Setelah baca bagian ini, jangan ragu lagi untuk melamar kekasih pilihanmu atau keluargamu, hanya karena kepikiran akan nafkahnya. Sebab, selain termasuk sunah nabi, ternyata orang yang menikah juga mendapat bagian rezeki untuk menafkahi istrinya. Allah berjanji dalam Surah An Nur Ayat 32:

وَاَنْكِحُوا الْاَيَامٰى مِنْكُمْ وَالصّٰلِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَاِمَاۤىِٕكُمْۗ اِنْ يَّكُوْنُوْا فُقَرَاۤءَ يُغْنِهِمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

Artinya, “Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur [24]: 32)

Rezeki karena Punya Anak

Mungkin segaian orang melakukan berbagai cara untuk mencegah kehamilan setelah bersuami istri. Dengan alasan masih belum mempunyai penghasilan yang cukup jika harus menafkahi seorang anak. Padahal, seorang anak mempunyai bagian rezeki tersendiri yang dipastikan oleh Allah, hanya saja kadang di titipkan melalui ayahnya. Berikut firman allah yang menjadi landasannya:

مَّن ذَا ٱلَّذِى يُقْرِضُ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَٱللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۜطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

Artinya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah [2]: 245)

Penting dicatat juga bahwa keterangan ini tidak untuk dijadikan alasan untuk bermalas-malasan oleh seorang suami, hanya karena berkeyakinan bahwa Allah yang akan menanggung nafkah keluarganya. Melainkan, upaya dan ikhtiar tetap harus dilakukan karena sudah menjadi tugasnya sebagai pemimpin keluarga.

Penulis: Amir Ibrahim, Pengajar Dipondok Pesantren Al Hikmah Darussalam, Tepa’nah Barat, Kokop, Bangkalan.
Editor: Syifaul Qulub Amin

Comment here