News

Gelar Bathsul Masail, LBM NU Bangkalan Bahas Isu Terkini

Bahsul Masa’il yang diadakan LBM PCNU Bangkalan kembali digelar. Saat ini bertempat di Pondok Pesantren Al-Falah al-Kholili Kepang Bangkalan. Acara berjalan dengan lancar seperti biasa, tidak terlalu memanas, penuh dengan canda tawa, tapi tetap penuh kehati-hatian dalam menyampaikan sebuah fatwa.

Hadir dalam acara tersebut Ketua PCNU Kab. Bangkalan KH. Makki Nasir, M.Pd sekaligus menyampaikan sambutan. Dalam sambutannya, Kyai Makki menyampaikan akan pentingnya bahsul masa’il, karena polemik-polemik yang terjadi di masyarakat membutuhkan kepastian hukum, baik dalam segi amaliyah, aqidah dan lain sebagainya. Dimana hal seperti ini idealnya bisa dipastikan hukumnya melalui bahsul masa’il. Dan inilah salah satu tujuan Nahdlatul Ulama’, dalam menjaga dan mentradisikan apa yang telah dibiasakan oleh ulama-ulama’ terdahulu, ungkap beliau.

Selain itu Kyai Makki, juga menyampaikan salah satu pesan Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari, bahwa orang yang mengurus NU akan diakui santri Mbah Hasyim. Menurut Kyai Makki, untuk bisa diakui menjadi santrinya Mbah Hasyim cukup mengabdi terhadap NU, dan mengabdi pada NU tidak harus menjadi pengurus NU. Yang bisa bahsul masa’il, ya ikut bahsul masa’il yang diadakan oleh NU, selalu aktif dan ikut serta mensukseskan setiap kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh NU. Ini juga sudah bisa disebut mengurus NU, Dawuh beliau.
Maka orang yang aktif dalam kegiatan NU, insya allah diakui santri Mbah Hasyim, dan yang diakui santri didoakan husnul khotimah beserta anak cucunya.

Pada bahsul masa’il kali ini, pengurus LBM NU Bangkalan mengangkat persoalan yang sudah biasa terjadi di masyarakat, terkait penggunaan rumah (pabengkon) selepas orang tua meninggal, di mana kebiasaan di Madura, rumah ini biasanya tidak boleh dijual atas pesan orang tua, dan ditempati oleh anak-anaknya yang mau tinggal di rumah tersebut. Setelah dibahas cukup lama, akhirnya LBM NU Bangkalan memutuskan bahwa pesan orang tua capan tersebut dianggap ibahah, sehingga mereka yang sesuai ketentuan orang tua yang berhak untuk menempati, selama orang tua masih hidup, dan selanjutnya berpindah pada ahli waris sebagai tirkah.

LBM juga memutuskan bahwa menjual rumah tersebut setalah orang tua meninggal, meski diperbolehkan, sebaiknya tidak dilakukakan, karena menghargai pesan orang tua, dan adanya sebuah hadis yang menjelaskan tidak ada keberkahan dalam menjual rumah tanpa adanya darurat.
[Reporter: Sunnatulloh]

Comment here