KajianKolom

Tips Menjalin Keluarga Bahagia Versi Imam Ghazali

Tips Menjalin Keluarga Bahagia Versi Imam Ghazali

nubangkalan.or.idHidup damai dan tentram dalam berkeluarga adalah impian setiap pasangan, seperti menjalin romantis bertukar humoris tentu sangatlah menyenangkan, mengingatkan kesalahan dengan perkataan yang baik, menyemangati kebaikan dengan hal yang lebih menarik serta saling mengerti perihal apa yang menjadi masalah pribadi. Berikut adalah tips dan trik versi Imam Ghazali untuk menjalin keluarga yang baik dan bahagia, bercermin pada manusia paling romantis dan humoris di dunia, yaitu Rasulullah ﷺ dan istri tercintanya, Aisyah Az-Zahra.

Berawal dari firman dalam surah An-Nisa’ ayat 19:

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْراً كَثِيراً

Artinya: “Pergaulilah mereka dengan baik, jika kamu tidak menyukai mereka, (bersabarlah) karena bisa saja kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak di dalamnya.”

Ayat di atas adalah salah satu pedoman penting yang menggarisbawahi keharusan seorang suami untuk memperlakukan istrinya dengan baik dan penuh kasih sayang. Dalam kehidupan rumah tangga, suami diharapkan untuk menjadi sosok yang memperhatikan perasaan, kebutuhan, dan kehormatan istrinya. Menggauli istri dengan baik bukan hanya soal memenuhi kebutuhan lahiriah, melainkan juga menunjukkan perhatian dan pengertian yang tulus terhadap perasaan serta aspirasi istrinya.

Hadis nabi juga tak kalah penting dalam pembahasan kali ini, Nabi Mummmad ﷺ bersabda:

أكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَأَلْطَفُهُمْ بِأَهْلِهِ

Artinya: “Paling sempurnanya iman seorang mukmin adalah yang paling baik budi pekertinya dan yang paling lemah lembut terhadap keluarganya.” (HR. Imam at-Tirmidi dan an-Nasa’i)

Imam Ghazali menguraikan dalam kitab Ihyā’ Ulūmiddīn tentang bagaimana cara menggauli istri dengan baik:

وأعلم انه ليس حسن الخلق معها كف الأذى عنها بل احتمال الأذى منها والحلم عند طيشها وغضبها اقتداء برسول الله صلى الله عليه و سلم

Artinya: “Ketahuilah, bahwa berbudi pekerti yang baik bersama istri bukanlah dengan tidak menyakiti hatinya, melainkan menahan rasa sakit ketika disakiti olehnya, serta mengasihi ketika istri sedang gegabah dan marah, dengan berteladan terhadap Rasulullah Saw.”

Dari ungkapan ini, terdapat isyarat bahwa seorang suami dalam hubungan rumah tangga harus amat mengerti menyikapi istrinya serta dapat menerima terhadap  berbagai latar belakangnya. Suami pun juga harus mampu menerima keluhan istrinya dan tidak mudah melakukan tindak kekerasan. Imam Ghazali juga memberikan alternatif terhadap seorang suami dalam menjalin keluarga harmonis, yaitu dengan cara bercanda tawa, rayuan gombal, dan bermain-main dengan istrinya, karena kebiasaan demikian dapat meluluhkan hati seorang perempuan dan hal ini juga sudah pernah dilakukan Rasulullah Saw. dalam keseharianya bersama Siti Aisyah.

Kendati demikian, bukan berarti seorang istri dipersilahkan memperlakukan suaminya sesuai kemauannya atau marah-marah tanpa alasan, melainkan sebagai seorang istri juga harus paham terhadap keadaan suami serta bisa memberikan respon positif kepadanya sehingga jalinan kasih dalam keluarga bisa saling seimbang.

Rasulullah ﷺ bersabda:

من صبر على سوء خلق امرأته أعطاه الله من الأجر مثل ما أعطى أيوب على بلائه ومن صبرت على سوء خلق زوجها أعطاها الله مثل ثواب آسية امرأة فرعون    

Artinya: “Orang yang sabar terhadap jeleknya budi pekerti perempuannya (istri) maka Allah akan memberikan pahala setara dengan yang diberikan kepada Nabi Ayyub As. atas ujiannya, dan orang yang sabar terhadap jeleknya budi pekerti suaminya maka Allah memberinya pahala setara dengan yang diberikan kepada Siti Asiyah istri Fir’aun.”

Juga penting dicatat, sekalipun narasi di atas mengartikulasikan tentang seorang suami yang harus bersikap baik terhadap istrinya dan menahan rasa sakit karenanya. Namun, semua itu dilakukan suami dengan upaya yang tidak terlalu berlebihan, karena terlalu memanjakan istri dapat mengakibatkan jeleknya budi pekerti istri dan turunnya martabat seorang suami. Jadi dalam hal ini keseimbangan juga perlu dijaga dan sikap tegas suami harus sesekali diterapkan.

Dalam kitab Ihyā’ Ulūmiddīn terdapat kutipan sebagai berikut:

قال الحسن والله ما أصبح رجل يطيع امرأته فيما تهوى إلا كبه الله في النار وقال عمر رضي الله عنه خالفوا النساء فإن في خلافهن البركة

Artinya: “Imam Hasan berkata: ‘Demi Allah seseorang tidak akan mentaati istrinya dalam hal apapun yang ia inginkan kecuali Allah jerumuskan orang itu kedalam neraka.’ Dan Sayyidina Umar Ra. berkata: ‘janganlah kalian menuruti kemauan istri karena dengan tidak menuruti kemauannya terdapat barokah.’”

Kesimpulannya, sebagai seorang suami dalam rumah tangga harus memiliki sifat romantis, harmoni, dan humoris terhadap keluarganya. Bercanda tawa dan rayuan belaka adalah salah satu kebiasaan yang terekam dalam hidup Rasulallah ﷺ untuk merajut keluarga bahagia, seorang suami juga harus mampu menahan pedih-perih akibat kegegabahan dan kesembronoan istrinya. Hanya saja, semua itu harus tetap mengikuti batas wajarnya, dalam arti suami tidak terlalu memanjakan dan mengikuti kemauan istrinya, karena pada hakikatnya, suami adalah yang diikuti, bukan mengikuti.

Penulis: Amir Ibrahim, Pengajar Di Pondok Pesantren Al Hikmah Darussalam, Durjan, Kokop, Bangkalan.

Editor: Syifaul Qulub Amin

Comment here