Siapa yang tidak tahu dengan bulan Maulid, bulan kelahiran Nabi Muhammad Saw. Maulid adalah salah satu bulan yang sangat dimuliakan oleh umat Islam. Sebab, pada bulan ini telah dilahirkan sosok manusia paling sempurna, yaitu baginda Nabi Muhammad Saw. Oleh sebab itu, semua umat Islam berbondong-bondong merayakan hari kelahiranya.
Lantas bagaimana hukum merayakan Maulid Nabi atau merayakan kelahiran nabi Muhammad Saw? Karena sebagian orang mengatakan bahwa merayakan hari kelahiran beliau adalah bidah sesat.
Pengertian Bidah dan Pembagiannya
Bidah adalah sesuatu yang tidak pernah ada pada masa Rasulullah Saw. Namun kendati demikian, tidak semua apa yang tidak ada pada masa Rasulullah lantas disebut bidah sesat, sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab Tahdzibul Asma’ wal-lughat, juz 3, halaman 22:
البدعة ﺑﻜﺴﺮ اﻟﺒﺎء ﻓﻲ اﻟﺸﺮﻉ ﻫﻲ ﺇﺣﺪاﺙ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻓﻲ ﻋﻬﺪ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ, وهي منقسمة إلى حسنة وقبيحة.
Artinya: “Bidah—dengan dibaca kasrah ba’-nya—menurut syariat adalah mengada-adakan perkara yang tidak ada pada masa Rasulullah Saw dan terbagi menjadi dua, hasanah (baik) dan qhabīhah (tercela).”
Hal serupa juga dijelaskan oleh Shulthānul Ulamā’ al-Imām Izzuddin bin Abdisslām di dalam kitabnya, Qawā’idul Ahkām Fi Mashālihil Anām, yaitu:
البدعة ﻓﻌﻞ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﻌﻬﺪ ﻓﻲ ﻋﺼﺮ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ. ﻭﻫﻲ ﻣﻨﻘﺴﻤﺔ ﺇﻟﻰ ﺑﺪﻋﺔ ﻭاﺟﺒﺔ، ﻭﺑﺪﻋﺔ ﻣﺤﺮﻣﺔ، ﻭﺑﺪﻋﺔ ﻣﻨﺪﻭﺑﺔ، ﻭﺑﺪﻋﺔ ﻣﻜﺮﻭﻫﺔ، ﻭﺑﺪﻋﺔ ﻣﺒﺎﺣﺔ
Artinya : “Bidah adalah melakukan sesuatu yang tidak ada pada masa Rasulullah Saw dan terbagi menjadi; bid’ah wājibkah, bid’ah muharramah, bid’ah mandzūbah, bid’ah makrūhah, dan bid’ah mubāhah.”
Maka dari adanya penjelasan di atas, kita bisa tahu bahwa tidak semua bidat itu sesat atau dhalālah, tapi ada yang terpuji. Adapun perbedaan dari keduanya adalah seperti yang telah dijelaskan oleh imam Syafi’i rahimahullāh dalam kitab I’ānah At-Thalibīn, juz 1, halaman 13:
ﻗﺎﻝ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ: ﻣﺎ ﺃﺣﺪﺙ ﻭﺧﺎﻟﻒ ﻛﺘﺎﺑﺎ ﺃﻭ ﺳﻨﺔ ﺃﻭ إجماعا ﺃﻭ ﺃﺛﺮا ﻓﻬﻮ اﻟﺒﺪﻋﺔ اﻟﻀﺎﻟﺔ، ﻭﻣﺎ ﺃﺣﺪﺙ ﻣﻦ اﻟﺨﻴﺮ ﻭﻟﻢ ﻳﺨﺎﻟﻒ ﺷﻴﺌﺎ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﻓﻬﻮ اﻟﺒﺪﻋﺔ اﻟﻤﺤﻤﻮﺩﺓ.
Artinya: “Imam Syafi’i radhiyallāhu ‘anhu berkata, sesuatu yang baru dan menyalahi kitab (al-Quran) , sunah, ijma’, atau atsar maka termasuk bidah yang sesat. Sedangkan sesuatu yang baru dari perkara baik dan tidak menyalahi sesuatu dari itu (kitab, sunnah, ijma’ atau atsar) maka ini adalah bidah yang dipuji.”
Manusia Pertama yang Melakukan Maulid Nabi
Manusia pertama yang melakukan Maulid Nabi adalah shāhibul maulid itu sendiri, yaitu Nabi Muhammad Saw. karena ketika nabi ditanya tentang puasa hari Senin, beliau menjawab, hari senin adalah hari kelahiranku, dan ini menjadi salah satu dalil di-sunnahkan-nya merayakan Maulid Nabi Muhammad Saw, seperti yang disampaikan dalam kitab Haulal Ihtifāl Bidzikri Maulidin Nabi, karya Sayyid Muahammad bin Alwi al-Maliki, yaitu:
إن أول المحتفلين بالمولد هو صاحب المولد وهو النبي صلى الله عليه وسلم كما جاء في الحديث الصحيح الذي رواه مسلم : لما سئل عن صيام يوم الإثنين ، قال ذاك يوم ولدت فيه ، فهذا أصح وأصرح نص في مشرعية الإحتفال بالمولد النبوي الشريف٠ ولا يلتفت لقول من قال: إن أول من إحتفل به الفاطميون لأن هذا إما جهل أو تعامي عن الحق٠
Artinya: “Orang yang pertama kali merayakan Maulid Nabi adalah Shāhibul Maulid (pemiliknya sendiri), yakni Nabi Muhammad Saw. seperti keterangan dalam hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim: Ketika Nabi ditanya tentang puasa hari Senin, beliau menjawab:“Hari Senin adalah hari kelahiranku.”
“Hadis ini lebih sahih dan lebih sharīhnya nash di dalam legalitas perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. Dan tidak perlu memedulikan ucapan seseorang yang mengatakan bahwa yang pertama kali merayakan Maulid Nabi adalah al–Fāthimiyūn (keturunan Sayyidah Fatimah). Sebab, hal ini bisa jadi karena suatu kebodohan atau pura-pura tidak tahu kebenaran.”
Rasulullah Hadir di Rumah Orang yang Merayakan Maulid Nabi
Dijelaskan dalam kitab Al-Fawā’idul Mukhtārah Lisaliki Thariqil Akhirah karya al-Habib Ibrahim Bin Smith, yaitu:
نقل عن بعض السلف أن النبي صلى الله عليه وسلم يستأذن ربه لحضور حفلة مولده، وبحضوره حضرت أرواح الأنبياء والأولياء وبذلك تنزل الرحمان
Artinya: “Dinukil dari sebagian ulama salaf, bahwasanya Nabi Muhammad meminta izin kepada Allah untuk menghadiri perayaan Maulid Nabi (hari kelahiran beliau), dan sebab kehadiran beliau hadirlah arwah para nabi dan wali dan sebab itulah rahmat Allah turun.”
Jawaban Rasional kepada Orang yang Bertanya Kenapa Merayakan Maulid Nabi
Banyak orang-orang yang masih bertanya-tanya tentang mengapa merayakan Maulid Nabi Muhammad Saw. Maka Sayyid Muahammad bin Alwi al-Maliki menjelaskan dalam kitabnya bahwa orang yang bertanya mengapa merayakan Maulid Nabi sama halnya bertanya kenapa kalian senang kepada Nabi Muhammad Saw. Penjelasannya sebagaimana berikut:
وقبل أن أسرد الأدلة على جواز الاحتفال بالمولد الشريف والاجتماع عليه أحب أن أبين المسائل الآتية؛
الأولى : أننا نحتفل بمولد سيدنا محمد صلى الله عليه وسلم دائما وأبدا في كل وقت وفي كل مناسبة وعند كل فرصة يقع فيها فرح أو سرور أو نشاط ويزداد ذلك في شهر مولده وهو الربيع ، وفي يوم مولده وهو الإثنين, ولا يصح لعاقل أن يسأل لما ذا تحتفلون ؟. لأنه كأنه يقول : لماذا تفرحون بالنبي صلى الله عليه وسلم ؟. وكأنه يقول : لماذا يحصل عندكم هذا السرور وهذا الإبتهاج بصاحب الإسراء والمعراج ؟ فهل يصح أن يصدر هذا السؤال من مسلم يشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله ؟ لأنه سؤال بارد لايحتاج إلى جواب, ويكفي أن يقول المسئول في الجواب؛ أنا أحتفل لأني مسرور وفرح به صلى الله عليه وسلم, وأنا مسرور وفرح به صلى الله عليه وسلم لأني محب له صلى الله عليه وسلم، وأنا محب له صلى الله عليه وسلم لأني مؤمن٠
Artinya: “Sebelum saya menyebutkan dalil-dalil tentang legalitas (kebolehan) perayaan maulid Nabi dan berkumpul untuk merayakannya, saya lebih senang menjelaskan masalah-masalah berikut:
Pertama: Kami (Ahlussunnah wal-Jama’ah) senantiasa merayakan Maulid Nabi Saw. sepanjang waktu, setiap kesempatan yang layak serta terdapat rasa suka cita dan semangat di dalamnya, terlebih di bulan Maulid (Rabiulawal) dan di hari kelahirannya (Senin). Dan tidak pantas jika ada orang yang berakal sehat bertanya: “Mengapa kalian merayakan kelahiran Nabi?” Karena seakan-akan dia bertanya: “Kenapa kalian senang kepada Nabi Saw?”
Dan seakan-akan dia bertanya: “Kenapa kalian bisa senang kepada Nabi pemilik peristiwa Isrā’ Mi’rāj?” Maka apakah pantas pertanyaan seperti itu diucapkan orang Islam yang bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah? Karena itu, pertanyaan orang bodoh yang tidak butuh jawaban, dan orang yang ditanyakan cukup menjawab: “Saya merayakan Maulid Nabi sebagai ungkapan rasa senang dan cinta karena saya adalah orang yang beriman”. (Haulal Ihtifāl Bidzikri Maulidin Nabi, halaman 9)
Pendapat Ibnu Taimiyah tentang Maulid Nabi
Syekh Ibnu Taimiyah berkata: “Terkadang sebagian orang mendapatkan pahala sebab merayakan Maulid Nabi, seperti halnya yang dilaksanakan oleh mereka, ada kalanya karena menyerupai orang Nasrani dalam merayakan kelahiran Nabi Isa As. dan ada kalanya karena cinta dan mengagungkan Nabi Muhammad Saw. Allah memberikan pahala kepada mereka karena cinta dan ijtihad bukan karena bid’ah.
Kemudian beliau berkata: “Ketahuilah bahwa sesungguhnya perbuatan itu ada yang baik karena mengandung perkara-perkara yang disyariatkan, dan ada yang buruk karena berisi bidah dan selainnya, maka suatu perbuatan dianggap buruk, jika tergolong I’rādh ‘An-Addin (berpaling dari agama) secara menyeluruh seperti perilaku orang-orang munafiq dan orang-orang fasiq.”
Dan inilah ujian bagi kebanyakan umat di akhir zaman. Maka pertahankanlah dua prinsip ini.
Pertama, benar-benar berpegang teguh dengan As-Sunnah lahir batin terutama diri Anda dan para pengikut Anda, betul-betul melakukan perkara yang baik dan menjauhi perkara yang munkar.
Kedua, sebisa mungkin mengajak orang lain terhadap as-Sunnah, jika Anda melihat orang melakukan hal ini dan dia tidak akan meninggalkannya kecuali akan ada hal yang lebih buruk. Maka janganlah Anda mengajak orang lain meninggalkan kemungkaran dengan melakukan perkara yang lebih mungkar, atau dengan cara meninggalkan perkara wajib atau sunnah yang lebih berbahaya daripada melakukan perkara makruh tersebut.
Akan tetapi, ketika bidah tersebut berpotensi kebaikan, maka gantilah dengan kebaikan yang dianjurkan oleh syariat, karena jiwa seseorang tidak akan meninggalkan sesuatu kecuali sebab sesuatu yang lain, dan tidak pantas bagi seseorang meninggalkan perkara yang baik kecuali pada kebaikan yang sama atau yang lebih baik.
Kemudian beliau berkata: “Mengagungkan dan menjadikan Maulid Nabi Saw. sebagai rutinitas musiman itu telah dilakukan oleh sebagian orang, dan di situ ada pahala yang sangat agung, karena tujuan yang baik dan pengagungan kepada Rasulallah Saw. seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa perkara yang dianggap baik oleh sebagian orang adalah buruk di mata sebagian orang Islam garis keras.”
Kesimpulan
Dari penjelasan-penjelasan di atas, kita bisa tahu bahwa hukum melakukan Maulid Nabi Muhammad Saw. adalah sunnah karena tidak bertentangan dengan kitab, sunnah, ijma’ atau atsar, sedangkan manusia pertama yang merayakan maulid nabi Muhammad adalah shāhibul maulid itu sendiri, yaitu Nabi Muhammad Saw.
Penulis: Ibrahim, Santri Pondok Pesantren Al Hikmah Darussalam Tepa’nah Barat, Durjan, Kokop, Bangkalan.
Editor: Syifaul Qulub Amin
Comment here