KajianKolom

Klasifikasi Hukum Poligami

Ilustrasi: Klasifikasi Hukum Poligami – (Sumber: Bing Image Creator AI/Dall-E)

nubangkalan.co.id – Poligami merupakan salah satu tema penting yang sering diperbincangkan baik di kalangan umat Islam atau non-muslim sekali pun. Poligami terjadi ketika seorang laki-laki yang telah memiliki istri menikah lagi. Namun, poligami ini sudah bukan rahasia umum lagi bahwa seorang laki-laki boleh menikahi beberapa perempuan hingga empat orang.

Adapun kebolehan poligami ini berdasarkan firman Allah ﷻ dalam surat An-Nisa’ ayat 3:

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ، فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا

Artinya: “Bila kalian khawatir tidak dapat berlaku adil terhadap anak-anak yatim perempuan, maka nikahilah perempuan-perempuan yang kalian sukai, dua, tiga atau empat. Lalu bila kalian khawatir tidak adil (dalam memberi nafkah dan membagi hari di antara mereka), maka nikahilah satu orang perempuan saja atau nikahilah budak perempuan yang kalian miliki. Yang demikian itu lebih dekat pada tidak berbuat aniaya. (Q.S An-Nisa’[4]: 3)

 Hukum poligami

Di dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji ala Madzhab al-Imam Al-Syafi’i,  disebutkan empat hukum poligami sebagai berikut:

Pertama, mubah. Hukum asal poligami adalah mubah sebagaimana firman Allah ﷻ dalam surat An-Nisa’ ayat 3:

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ، فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا

Artinya: Bila kalian khawatir tidak dapat berlaku adil terhadap anak-anak yatim perempuan, maka nikahilah perempuan-perempuan yang kalian sukai, dua, tiga atau empat. Lalu bila kalian khawatir tidak adil (dalam memberi nafkah dan membagi hari di antara mereka), maka nikahilah satu orang perempuan saja atau nikahilah budak perempuan yang kalian miliki. Yang demikian itu lebih dekat pada tidak berbuat aniaya. (Q.S An-Nisa’[4]: 3)

Kedua, sunah. Poligami berhukum sunah bagi seorang laki-laki yang membutuhkan istri lagi, sebab beberapa faktor, semisal karena ia belum bisa menjaga diri (syahwatnya) dengan hanya cukup menikahi satu istri saja, istri sakit-sakitan, atau istrinya mandul padahal laki-laki itu ingin punya anak, serta dia merasa mampu untuk berbuat adil kepada istri-istrinya, maka poligami seperti kasus ini hukumnya adalah sunah.

Ketiga, makruh. Poligami berhukum makruh bagi laki-laki yang tidak memiliki hajat untuk poligami, misalnya tujuan poligaminya bukan karena hajat, melainkan sekadar ingin meraih kenikmatan dan bersenang-senang, serta masih diragukan tentang adil dan tidaknya terhadap para istri, maka hukum poligami baginya adalah makruh. Sebab, tindakan berpoligami malah akan menyebabkan bahaya kepada istri-istrinya dengan ketidakmampuannya untuk berlaku adil. Sebagaimana Nabi ﷺ bersabda:

دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيبُكَ  (رواه الترمذي)

Artinya: “Tinggalkanlah perkara yang membuatmu ragu menuju perkara yang tidak membuatmu ragu. (HR. at-Tirmidzi).

Juga dijelaskan dalam kitab al-Ghararul Bahiyah fi Syarhi al-Bahjah al-Wardiyah, juz 4, halaman 93, karya Syekh Zakaria al-Anshari:

ﻭﺃﻥ ﻻ ﻳﺰﻳﺪ ﻋﻠﻰ ﻭاﺣﺪﺓ بلا حاجة

Artinya: “Dianjurkan tidak beristri lebih dari satu dengan tanpa hajat.”

Keempat, haram. Poligami berhukum haram bagi laki laki yang dia menduga dirinya tidak akan mampu berlaku adil apabila menikahi lebih dari satu wanita. Hal ini dapat disebabkan karena ia fakir, lemah, atau tidak adanya kepercayaan dalam dirinya untuk berlaku adil. Maka, dalam kondisi seperti ini haram berpoligami. Sebab, jika dipaksakan akan membuat bahaya pada pihak lain. Sedangkan Nabi ﷺ bersabda:

 لا ضرر ولا ضرَارَ (رواه ابن ماجه)

Artinya: “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain.” (HR. Imam Ibnu Majah)

Kesimpulannnya, hukum poligami tidak selamanya mubah. Namun, bisa berubah menjadi sunah atau makruh, bahkan bisa juga haram. Hal ini berdasarkan keadaan seseorang yang akan melakukan poligami. Wallāhu A’lam Bisshawab.

Penulis: Ibrahim, Santri Pondok Pesantren Al Hikmah Darussalam Tepa’nah Barat, Durjan, Kokop, Bangkalan.

Editor: Syifaul Qulub Amin

Comment here