Maulid Nabi adalah peringatan kelahiran Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wasallam yang dilaksanakan oleh umat Islam di seluruh dunia. Perayaan ini memiliki makna spiritual yang mendalam, bukan hanya sebagai pengingat kelahiran beliau, melainkan juga sebagai momentum untuk menjadikan teladan kehidupannya. Lalu kenapa sangat penting bagi kita untuk merayakan Maulid Nabi?
Ternyata Imam Jalāluddīn as-Suyūthī menjelaskan di dalam kitabnya, Al-Wasā’il fi Syarhi Syamā’il, tempat yang disitu terlaksana acara Maulid Nabi maka akan dikelilingi oleh Malaikat yang mendoakan penduduknya dan Allah melimpahkan rahmat serta rida kepadanya. Bahkan juga bisa menjadi penangkal musim kemarau, wabah, dan terjadinya kebakaran. Berikut uraian redaksinya:
ما من بيت أو مسجد أو محلة قرئ فيه مولد النبي إِلَّا حَفَّتِ الملائكة بأهل ذلك المكان وعمهم الله بالرحمة والمطوقون بالنور – يعني جبريل وميكائل وإسرافيل وقربائيل وعينائيل والصافون والحافون والكروبيون – فإنهم يصلون على ما كان سببا لقراءة مولد النبي, قال: وما من مسلم قرئ في بيته مولد النبي إلا رفع الله تعالى القحط والوباء والحرق.
Artinya: “Tidak ada rumah, masjid atau tempat yang dibacakan Maulid Nabi kecuali dikelilingi Malaikat, dan Allah melimpahkan rahmat serta dikelilingi oleh cahaya. Malaikat yang dimaksud adalah: Jibril, Mika’il, Israfil, Qarba’il, Ina’il, s-Shafun, al-Hafun, dan al-Kurubiyun. Mereka semua berselawat kepada orang yang menjadi sebab terlaksananya bacaan Maulid Nabi.”
Bukan hanya itu saja, orang yang hanya sekedar menghadiri (tamu undangan) juga mendapatkan imbalan yang tak kalah mulia. Di dalam kitab I’ānah at-Thālibīn dijelaskan:
وقال السري السقطي: من قصد موضعا يقرأ فيه مولد النبي فقد قصد روضة من رياض الجنة لانه ما قصد ذلك الموضع إلا لمحبة الرسول.
Artinya: “Imam Sirri as-Saqathī berkata, orang yang bermaksud (pergi) menuju tempat dibacakannya Maulid Nabi, maka sebenarnya ia telah bermaksud menuju (mendapatkan) taman-taman surga. Karena mereka tidak akan ketempat itu kecuali karena kecintaannya kepada Rasulullah.”
Sehubungan dengan perayaan Maulid Nabi, terdapat cerita singkat yang pernah terjadi di zaman Amir al-Mukminin Harun ar-Rasyid, seorang pemuda yang selalu menghamburkan hartanya untuk sekedar kepentingan sendiri, sehingga orang-orang menganggapnya sebagai orang yang sangat hina akibat perbuatannya. Namun, ketika memasuki bulan Rabiulawal, ia mempersiapkan dirinya dengan membersihkan semua pakaiannya dan memakai wangi-wangian kemudian menggelar acara Maulid Nabi. Semua itu ia lakukan tiada lain hanya dalam bentuk memuliakan Rasulullah pada bulan lahirnya. Kegiatan itu aktif ia lakukan setiap tahunnya.
Waktu demi waktu, akhirnya orang itu meninggal dunia. Pada saat itu juga beberapa penduduk kota Bashrah mendapatkan informasi dari orang asing. Dari kejauhan ia berkata: “Wahai penduduk Bashrah, hadirlah dan bersaksilah kepada waliyullah yang telah wafat itu, karena ia adalah orang yang sangat mulia di sisi Allah.”
Akhirnya mereka hadir dan ikut mentajhiz janazah pemuda itu. Pasca pemakamannya, sebagian penduduk kota Bashrah bermimpi melihatnya nampak seperti seorang raja dan mengenakan pakaian sutera berlapiskan emas, kemudian ditanyakan, “Sebab apa kamu bisa mendapatkan keutamaan/kemuliaan sebesar ini?” pemuda itu menjawab, “Sebab memuliakan bulan kelahiran Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wasallam.”
Selain perayaan Maulid Nabi, juga ada amalan-amalan lain yang sangat dianjurkan pada bulan mulia ini. Di antaranya adalah puasa dan memperbanyak membaca selawat. Di samping selawat itu sendiri sudah memiliki keutamaan meski dibaca pada selain bulan maulid, yaitu bisa mengangkat sepuluh derajat, mendapat sepuluh kebaikan, dan dihapus sepuluh dosa-dosa.
Walhasil, teruangkap sudah alasan mengapa sangat penting bagi seorang muslim untuk merayakan Maulid Nabi, yakni sebagai penghormatan, mengingat keutamaannya yang sangat besar sehingga membuat seorang pemuda yang dianggap hina oleh masyarakat bisa mendapat keutamaan yang sangat besar dan menjadi orang mulia di sisi Allah.
Penulis: Amir Ibrahim, Pengajar di Pondok Pesantren Al Hikmah Darussalam Tepa’nah Barat, Kokop, Bangkalaan.
Editor: Syifaul Qulub Amin
Comment here