KajianNews

Beragam Cara Merayakan Kelahiran Kanjeng Nabi Muhammad Saw

Ilustrasi: Umat Islam ber-Maulid Nabi. Mulai dari yang muda, remaja sampai yang tua. Semuanya merayakannya—(Sumber: Bing Image Creator AI/Dall-E)

Siapa yang tidak tahu tentang bulan Rabiulawal atau yang akrab disebut bulan Maulid ini. Seluruh umat Islam pasti mengenal mengingat dan tahu pada bulan ini. Sebab, dibalik bulan mulia ini ada sejarah yang besar bagi umat Islam, sejarah yang mengubah kehidupan manusia menjadi yang lebih baik, yaitu lahirnya manusia yang mulia, manusia yang sempurna, yakni baginda Nabi Muhammad Saw.

Pada bulan Rabiulawal, umat Islam mengadakan teradisi Maulid Nabi (merayakan kelahiran nabi) sebagai bentuk penghormatan dan ungkapan rasa cinta dan kebahagiaan meraka  atas lahirnya suri tauladan.

Sebagai mana pendapat Ibnu Hajar al-Asqalani, mengacu pada Hadis Nabi ketika Nabi bertemu orang Yahudi yang berpuasa di bulan Asyura’ kemudian nabi bertanya, “Kenapa kamu berpuasa pada hari ini?” Kemudian orang Yahudi menjawab, “Kaerna pada hari ini, Allah menenggelamkan Fir’un dan pengikutnya serta menyelamatkan Nabi Musa. Maka kami bersyukur kepada Allah.” Lalu nabi menjawab, “Kami lebih berhak atas Nabi Musa”.

Mengambil faidah dari kisah ini, memang seharusnya bagi kita umat Nabi Muhammad bersyukur serta menghormat atas kelahiran Nabi Muhammad Saw.

Cara Memuliakan Lahirnya Baginda Nabi

Berbicara cara memuliakan lahirnya kanjeng Nabi, sebetulnya beragam cara untuk melaksanakannya, seperti yang  telah terparektikkan dan dilakuan oleh sesepuh terdahulu utamanya masyarakat Madura, yang memang kental dengan hal ini.

Bisa dengan mengumpulkan tetangga, kerabat, dan para ulamaulama, kemudian diisi dengan pembacaan selawat dan zikir serta besedekah dan lainnya. Sebagaimana yang disamapaikan  oleh Sayyid Muahammad bin Alwi al-Maliki dalam satu karyanya yang berjudul Haulal Ihtifal Bizikri Maulidin Nabi:

ان المولد اشتمل على اجتماع وذكر وصدقة ومدح وتعظيم للجناب النبوى فهو سنة وهذه أمور مطلوبة شرعا وممدوحة

Artinya: “Sesungguhnya Maulid Nabi berisi perkumpulan, zikir, sedekah, pujian, dan mengagungkan pada sisi kenabian. Maka  semua itu sunah dan dianjurkan oleh syariat, serta terpuji.” (Sayyid muahammad bin Alwi al -Maliki, Haulal Ihtifal Bizikri Maulidin Nabi, halaman 30).

Di sisi lain, Rasullulah sendiri pernah suatu ketika beliau ditanya, “Kenapa engkau berpuasa pada hari Senin?” Beliau menjawab, “Karena hari Senin, hari di mana aku dilahirkan.”

Artinya: “Ketika Rasullullah ditanya kenapa engkau berpuasa pada hari Senin, ia menjawab karena hari itu aku dilahirkan.” ( HR. Muslim)

A, tidak ada ketentuannya baku dari para ulama terkait cara merayakan kelahiran baginda Nabi. Selama itu dianggap baik oleh orang Islam maka itu boleh dilakukan, sebagaimana hadis Imam Ibnu Mas’ud.

ما رآه المسلمون حسنا فهو عند الله حسن وما رآه المسلمون قبيحا فهو عند الله قبيح 

Artinya: “Setiap sesuatu yang oleh orang Islam itu dianggap baik maka bagi Allah itu baik dan ketika hal itu dianggap jelek oleh orang Islam maka itu berarti kejelekan.”

Mengkaji Ulang Pemikiran Ulama

Memahami dari dua narasi di atas, seakan-akan memunculkan kontradiksi antara cara nabi dengan Pendapat Sayyid Muhammad bin Alwi. Kenapa beliau tidak melakukan seperti yang dilakukan oleh Nabi, justru bertolak belaka dengan apa yang dilakukan oleh Nabi?

seharusnya ia berpuasa tapi beliau justru mengundang tetangga dan teman-temannya  memberikan hidangan dan lain sebainya sedangkan Nabi tidak pernah melakukan hal yang demikian apah ini tidak termasuk bidah?

Apa jawaban Sayyid Muhammad, ini adalah masalah ijtihad. Inti pokok dari perayaan hari lahir kanjeng Nabi bukan cara dan bagaimana  kita memuliakan Nabi, melainkan adanya perhatian kita terhadap lahirnya baginda Nabi yang menjadi nilai. Baik itu berpuasa, bersedekah, semua terbuka untuk umat Islam tergantung ijtihadnya, pemikiran dan keadaannya.

فان قيل ان النبي اعتنى بيوم مولده بالصيام وانتم تحتلفون با الاجتماع وغيره من انواع القربات والاعمال التي لم يفعلها صلى لله عليه وسلم في هذا اليوم وهذا من البدعة  الجواب ان هذا يرجع الي كيفية الاحتفال وهيئته والكيفيات المطلقة مسائل اجتهادية وهو ليس محل بحثنا لأن محل البحث هو مسألة الاعتناء بمولده فهذا مفتوح للأمة بحسب اجتهادهم ونظرهم واحوالهم

Artinya. “Apabila ditanya, sesungguhnya nabi mementingkan hari kelahirannya dengan berpuasa, sedangkan kalian berpaling dengan berkumpul dan lain sebagainya dari macam- maca mendekat diri, serta perbuatan yang tidak dilakukan oleh nabi dan ini termasuk perbuatan bidah? Maka jawabannya, sesungguhnya ini dikembalikan pada cara merayakan, dan mempersiapkan. Adapun caranya mutlak masalah ijtihad dan bukan termasuk tempat yang harus kita bahas, karena yang menjadi tempat pembahasan adalah masalah perhatian dengan kelahiran kanjeng Nabi dan ini terbuka untuk seluruh ummat tergantung ia ber ijtihad, berfikir, dan keadaan mereka.” ( Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki, Haulal Ihtifal Bizikri Maulidin Nabi, halaman 20)

Kemudian apakah ini termasuk sesuatu yang bidah yang otomatis menyesatkan? Jawabannya adalah memang ini adalah sesuatu yang yang bidah, tapi perlu digarisbawahi tak semua sesuatu yang tidak dilakukan oleh Nabi atau ulama salaf  bidah menyesatkan dan wajib kita ingkari.

Perlu kita lihat salama hal itu tidak keluar dari dalil syariat, al-Quran, hadis, ijma ulama, dan atsar, maka itu bukan termasuk bidah yang menyesatkan, tetapi hal itu termasuk sesuatu yang terpuji.  Dalam konteks ini Imam Syafi’i dauh:

قال الإمام الشافعي رضي الله عنه  ما أحدث وخالف كتاب او سنة او إجماعا او أثرا فهو البدعة  الضالة  وما أحدث من الخير  ولم يخالف شيئا من ذلك  فهو المحمود

Artinya. “Imam syafi’i berkata—semoga Allah meridanya—setiap sesuatu yang baru serta bertabrakan dengan al-Quran, hadis, ijma’, dan atsar, maka itu bidah yang menyesatkan. Namun, apabila sesuatu yang baru itu tidak bertabrakan dengan hal tersebut maka itu adalah sesuatu yang terpuji.”

Maka dari itu, mari kita rayakan hari  kelahiran baginda kanjeng Nabi dengan sekuat dan kondisi kita. Orang mempunyai harta rayakanlah dengan hartanya, dan bagi mereka yang miskin berbahagialah di saat kelahiran baginda Nabi. Karena berkat beliau lah kita bisa merasakan nikmatnya hidup di dunia ini. Wallāhu a’lam, semoga bermanfaat amin.

Penulis: Rijalalloh, Pengajar di Pondok Pesantren Al Hikmah Darussalam, Tepa’nah Barat, Kokop, Bangkalaan.

Editor: Syifaul Qulub Amin

Comment here