Aswaja NU

Mengapa Harus Ahlussunnah wal Jamaah?

sumber foto : Google

Oleh: Ahrori Dhofir*

Diskursus mengenai paham Ahlussunah bukan berarti membuat ketegangan antar sesama muslim yang ketepan berbeda dengan kita yang mayoritas. Dengan tidak memonopoli predikat sebagai satu-satunya golongan Ahlussunnah wal Jamaah, jam’iah Nahdlatul Ulama semenjak pertama berdirinya menegaskan diri sebagai penganut, pengembang Islam ala Ahlussunnah wal Jamaah. Dengan sekuat tenaga, Nahdlatul Ulama berusaha menempatkan diri sebagai pengamal setia dan   mengajak seluruh kaum muslimin, terutama para warganya untuk menggolongkan diri pada Ahlussunnah wa Jamaah.

Pada hakekatnya, Ahlussunnah wal Jamaah, adalah ajaran Islam yang murni sebagaimana diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah saw.  bersama para sahabatnya. Ketika Rasulullah saw. menerangkan bahwa umatnya akan tergolong menjadi banyak sekali (73) golongan, beliau menegaskan bahwa  yang benar dan selamat dari sekian banyak golongan itu hanyalah Ahlussunnah wa Jamaah. Atas pertanyaan parasahabat, apakah as-Sunah wal Jamaah itu beliau merumuskan dengan sabdanya:

ما انا عليه واصحابى

“apa yang aku brerada di atasnya,bersama para sahabat ku”.

Ahlussunnah wal Jamaah adalah golongan pengikut setia pada al-Sunnah wa al-Jamaah, yaitu ajaran Islam yang diajarkan dan diamalkan Oleh  Rasulullah saw. bersama para sahabatnya pada zamanya itu.

Sebagai suatu doktrin, ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah sudah ada jauh sebelum tumbuh sebagai “aliran” dan “gerakan”, bahkan teminologi atau istilah Ahlussunnah Wal Jama’ah itu sudah dipakai sejak zaman Rasulullah s.a.w. dan para sahabatnya; hanya saja belum dipakai sebagai “nama aliran” atau gerakan kelompok tertentu. Hal yang memicu lahirnya Ahlussunnah Wal Jama’ah sebagai aliran dan gerakan tertentu dari komunitas Islam adalah sebagai reaksi dan koreksi terhadap aliran dan gerakan lain di kalangan umat Islam yang mengancam kemapanan doktrin Ahlussunnah Wal Jama’ah, terutama menguatnya pengaruh aliran dan gerakan Mu’tazilah pada zaman Abbasiyah, khususnya pada zaman Al-Ma’mun (198-218 H/ 813-833 M), Al-Mu’tasim (218-228 H/833-842 M) dan Al-Watsiq (228-233 H/842-847 M) yang menjadikan Mu’tazilah sebagai madzab resmi negara yang dilindungi oleh pemerintah. Dari situlah lalu kemudian Dalam keadaan yang demikian itu muncullah tokoh intelektual dan ulam Islam Abul Hasan Al-Asy’ary wafat 324 H/935 M ) dengan ajara-ajaran aqidah (teologi) baru yang berusaha mengakomodasi aspirasi masarakat, dengan tetap berpegangan teguh pada sunnah nabi s.a.w serta tradisi para sahabatnya. Ajaran atau doktrin teologi al-Asy’ary ini kemudian di kembangkan secara dinamik oleh murid-murid dan ulama-ulam pengikutnya, seperti: Abu Hasan Al Bahili, muhammad Al Baqillani, Abdul Maali Al Juwaini (Imam haramain), Abu Hamid Muhammad Al Ghozali, Muhammad bin Yusuf As Sanusi, dan lain-lain. Dan disamarkand, muncul tokoh Ahlussunnah Wal Jamaah yang lain yakni Abu Manshur Al Maturidi (wafat333 H/ 944 M) kemudian ajaran teologinya di kenal Al Maturidiyah. Di Bukhara, aliran Mturidiyah dikembangkan oleh Ali Muhammad Al Basdawi. Meskipun pendukung Asy’ariyah maupun Maturidiyah, secara metodologi mengikuti imamnya, tetapi dalam fatwa-fatwa qauliyah tidak seluruhnya sama; disana terjadi dinamika konsepsi sejalan dengan realita dan penemuam-penemuan baru yang dihadapi. Dan dari kajian khazanah keilmuan dan data-data kesejarahan Ahlussunnah Wal Jama’ah selama ini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa untuk mempelajari ahlussyunnah Wal Jama’ah secara utuh, perlu beberapa macam pendekatan, setidak tidaknya adalah pendekatan doktrinal (mengkaji dari sisi ajaran yang di pandang baku), historis (aspek kesejarahan yang mempengaruhi perkembangan Ahlussunnah Wal Jamaah selama ini), dan kultural (pengaruh budaya dan tradisi yang mendukung maupun menentang Ahlussunnah Wal Jama’ah) itu sendiri.

Allah berfirman:

قَالَ اِبْنُ عَبَّاسٍ فيِ قَوْلِهِ تَعَالىَ: يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوْهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوْهٌ (سورة: آل عمران:106), فَأَمَّا الَّذِيْنَ ابْيَضَّتْ وُجُوْهُهُمْ فَأَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ وَأُولُو الْعِلْمِ, وَأَمَّا الَّذِيْنَ اسْوَدَّتْ وُجُوْهُهُمْ فَأَهْلُ الْبِدْعَةِ وَالضَّلَالَةِ.(شرح اصول الاعتقاد اهل السنة والجماعة, ج2 ص92)

                Ibn Abbas  berkata ketika menafsirkan firman Allah: “Pada hari yang diwaktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram.” (QS. Ali Imran: 106). “Adapun orang-orang yang wajahnya putih berseri adalah pengikut Ahlussunnah wal-jama’ah dan orang-orang yang berilmu. Sedangkan orang-orang yang wajahnya hitam muram, adalah pengikut bid’ah dan kesesatan.” (Syarh Ushul I’tiqd Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah, Juz 2, hal.92)

Juga ada hadits nabi:

عن عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : “إِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً قَالُوا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي”. (رواه الترمذي)وهو صحيح ومتواتر (فيض القدير, ج 2, ص 21)

Dari Abdullah bin Amr RA, bekata: “Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya umat Bani Isra’il terpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Dan umatku akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya akan masuk neraka kecuali satu golongan yang akan selamat.” Para sahabat bertanya: “Siapa satu golongan yang selamat itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Golongan yang mengikuti ajaranku dan ajaran sahabatku. “ (HR. Al-Tirmidzi).

oleh karenya KH Hasyim Asyariy juga menjelaskan tentang aliran-aliran sesat, yang banyaknya tujuh puluh dua aliran. Beliau berkata:

Pokok-pokok aliran ada lah Haruriyah, Qadariyah,  Jahamiyah,  Murjiah, Rafidlah,   Jabariyah. Sebagian ahli ilmu berkata: Pokok-pokok aliran sesat adalah enam aliran, masing-masig aliran terpecah menjadi dua belas aliran sehingga semuanya menjadi tujuh puluh dua aliran. Ibn Ruslan berkata: konon, menurut pendapat lain rincian tujuh puluh dua aliran tersebut adalah Rafidlah (Syiah) dua puluh aliran, Khawarij, dua puluh aliran, Qadariyah duapuluh aliran, Murjiah Tujuh aliran, Najjariyah satu aliran. Jahmiyah satu aliran, dan karramiyah tiga aliran semuanya tujuh puluh dua aliran. (Risalah Ahlussunah Wal Jamaah , Hal 24) Dengan demikian maka Ahlussunah waljamaah merupakan satu-satunya aliran yang ‘lulus’ seleksi sebagai aliran yang pengikutnya dijamin selamat. Semoga kita termasuk golongan yang diberi keselamatan oleh Allah subhanahu wataala.

*Adalah wakil sekretaris PCNU Bangkalan, Sekretaris Aswaja Centre Bangkalan, Koordinator LTN (Lajnah Ta’lif wan Nasyr PCNU Bangkalan) wakil Pemimpin Umum Buletin Mingguan al-Ummah.

Comments (1)

  1. Ulama NU telah berhasil mengakulturasi budaya Nusantara dengan Islam sebagai Rahmatan Lil Alamin, sudah selayaknya generasi muda NU mengerti bahwa Nalai2 yg terkandung pada budaya Nusantara tidak bertentangan dengan Islam

Comment here