KolomNewsTokoh

Rahasia Malam Nishfu Sya’ban

Oleh : KH. Makki Nasir*

Bulan Sya’ban adalah pintu menuju bulan Ramadhan. Barangsiapa yang berupaya membiasakan diri bersungguh-sungguh dalam beribadah di bulan ini, insya Allah ia akan menuai kesuksesan di bulan Ramadhan. Sebagaimana Imam Dzunnun al-Mishri pernah mengatakan: “Rajab adalah bulan menanam, Sya’ban adalah bulan menyirami dan Ramadhan adalah bulan untuk menuai (memanen).”

a. Peristiwa dan Keistimewaan Bulan Sya’ban

Diantara 12 bulan tidak satupun yang disebut oleh Rasulullah Saw. sebagai bulan beliau. Beda halnya dengan bulan Sya’ban, beliau Saw. dengan tegas mengatakan: “Bulan Sya’ban adalaah bulanku.” Ada keistimewaan apakah di balik bulan Sya’ban?

Banyak peristiwa agung yang terjadi dalam bulan Sya’ban ini, diantaranya adalah:

  1. Perpindahan kiblat dari Baitul Maqdis (Masjidil Aqsha) ke Ka’bah (Masjidil Haram).

Dalam Tafsir ath-Thabariy dijelaskan bahwa ketika Rasulullah Saw. berhijrah ke Madinah, sementara kebanyakan penduduknya adalah Yahudi, maka Allah memerintah beliau Saw. menghadap Baitul Maqdis (sebagai kiblat). Orang-orang Yahudi merasa gembira karena Baitul Maqdis merupakan kiblat mereka.

Selama berkiblat ke Baitul Maqdis ini orang-orang Yahudi selalu mencaci maki Rasulullah Saw. Mereka berkata: “Muhammad menyelisihi agama kita tetapi berkiblat kepada kiblat kita!” Dan masih banyak lagi celotehan mereka. Sikap orang-orang Yahudi tersebut membuat Nabi Muhammad Saw. tidak senang, dan setiap hari beliau berdoa menengadahkan wajah mulianya ke atas langit dalam keadaan rindu agar Allah menurunkan wahyu, bahwa kiblat dipindahkan dari Baitul Maqdis ke Ka’bah.

Allah mengabulkan doa Rasulullah Saw. dengan turunnya surat al-Baqarah ayat 144 yang berisi perintah untuk pindah dari Baitul Maqdis ke Ka’bah:

قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ

“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”

Umat Islam shalat menghadap Baitul Maqdis selama 17 bulan lebih 3 hari. Yakni sejak hari Senin 12 Rabi’ul Awal tahun ke-1 Hijrrah sampai dengan hari Selasa 15 Sya’ban tahun ke-2 Hijrah. Shalat yang pertama kali dilakukan pasca perpindahan kiblat tersebut adalah shalat Ashar.

Dalam hikayat lain dikatakan bahwa pada malam tanggal 15 Sya’ban (Nishfu Sya’ban) telah terjadi peristiwa penting dalam sejarah perjuangan umat Islam yang tidak boleh kita lupakan sepanjang masa. Diantaranya adalah perintah memindahkan kiblat shalat dari Baitul Maqdis yang berada di Palestina ke Ka’bah yang berada di Masjidil Haram, Makkah pada tahun ke-8 Hijriyah.

Sebagaimana kita ketahui, sebelum Nabi Muhammad Saw. hijrah ke Madinah, yang menjadi kiblat shalat adalah Ka’bah. Kemudian setelah beliau hijrah ke Madinah, beliau memindahkan kiblat shalat dari Ka’bah ke Baitul Maqdis yang digunakan orang Yahudi sesuai dengan izin Allah untuk kiblat shalat mereka. Perpindahan tersebut dimaksudkan untuk menjinakkan hati orang-orang Yahudi dan untuk menarik mereka kepada syariat al-Quran dan agama yang baru yaitu agama tauhid.

Tetapi setelah Rasulullah Saw. menghadap Baitul Maqdis selama 16-17 bulan, ternyata harapan Rasulullah tidak terpenuhi. Orang-orang Yahudi di Madinah berpaling dari ajakan beliau, bahkan mereka merintangi Islamisasi yang dilakukan Nabi Saw. dan mereka telah bersepakat untuk menyakitinya. Mereka menentang Nabi dan tetap berada pada kesesatan.

Karena itu Rasulullah Saw. berulang kali berdoa memohon kepada Allah Swt. agar diperkenankan pindah kiblat shalat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah lagi, setelah Rasul mendengar ejekan orang-orang Yahudi yang mengatakan: “Muhammad menyalahi agama kita namun mengikuti kiblat kita. Apakah yang memalingkan Muhammad dan para pengikutnya dari kiblat (Ka’bah) yang selama ini mereka gunakan?”

Ejekan mereka ini dijawab oleh Allah Swt. dalam surat al-Baqarah ayat 143:

وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِى كُنْتَ عَلَيْهَا إلاَّ لِيَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ.

“Dan kami tidak menjadikan kiblat yang menjadi kiblatmu, melainkan agar kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot.”

Dan pada akhirnya Allah memperkenankan Rasulullah Saw. memindahkan kiblat shalat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 144.

Diantara kebiasaan yang dilakukan oleh umat Islam pada malam Nisfu Sya’ban adalah membaca surat Yasin tiga kali yang setiap kali diikuti doa yang antara lain isinya adalah: “Ya Allah jika Engkau telah menetapkan aku di sisiMu dalam Ummul Kitab (buku induk) sebagai orang celaka atau orang-orang yang tercegah atau orang yang disempitkan rizkinya maka hapuskanlah ya Allah demi anugerahMu, kecelakaanku, ketercegahanku dan kesempitan rizkiku.”

  1. Malam Dilaporkannya Amal Perbuatan Manusia

Pada malam Nishfu Sya’ban semua amal manusia dilaporkan kepada Allah Swt. Alangkah baiknya jika saat itu catatan amal perbuatan kita berupa ibadah. Dalam hadits Nabi Saw. dijelaskan:

عن أسامة بن زيد رضي الله عنهما قال : قلت : يا رسول الله لم أرك تصوم من شهر من الشهور ما تصوم من شعبان ؟ قال : ” ذاك شهر يغفل الناس عنه بين رجب ورمضان ، وهو شـهر تُرفع فيه الأعمال إلى رب العالمين ، وأحب أن يُرفع عملي وأنا صائم ” قال المنذري: رواه النسائي ( 1) الترغيب والترهيب للمنذري 2/ 48 .

“Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid yang bertanya kepada Rasulullah Saw.: “Wahai Rasulullah, aku tidak melihatmu puasa pada bulan-bulan lain seperti pada bulan Sya’ban?” Rasulullah Saw. menjawab: “Bulan ini adalah bulan yang dilupakan manusia, antara bulan Rajab dan Ramadhan. Dan bulan ini saat dilaporkannya amal perbuatan (manusia) kepada Tuhan semesta alam. Dan aku senang jika amalku dilaporkan sedangkan aku dalam keadaan puasa.” (HR. Imam an-Nasai dalam at-Targhib wa at-Tarhib li al-Mundziri juz 2 halaman 48). lafadz “turfa’u” diartikan dengan “tu’radhu” atau bermakna ditampakkan atau ditunjukkan (kepada Allah).

Sebenarnya pelaporan amal kita ini ada yang harian, ada yang mingguan dan ada pula yang tahunan. Laporan harian dilakukan malaikat pada siang hari dan malam hari. Yang migguan dilakukan malaikat setiap Senin dan Kamis. Adapun yang tahunan dilakukan pada setiap Lailatul Qadar dan Malam Nishfu Sya’ban. (Lihat dalam Hasyiyat al-Jamal bab Puasa Tathawwu’).

  1. Bulan Penentuan Umur dan Rizki

عن عائشة رضي الله عنها قالت: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصوم شعبان كله حتى يصله برمضان ولم يكن يصوم شهرا تاما إلا شعبان، فقلت يا رسول الله: إن شعبان لمن أحب الشهور إليك أن تصومه ؟ فقال: نعم يا عائشة إنه ليس نفس تموت في سنة إلا كتب أجلها في شعبان، فأحب أن يكتب أجلي وأنا في عبادة ربي وعمل صالح

Diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah Ra., bahwasannya Rasulullah Saw. puasa di bulan Sya’ban seluruhnya sampai bertemu dengan Ramadhan. Dan tidaklah Nabi puasa sebulan penuh (selain Ramadhan) kecuali Sya’ban. Sayyidah Aisyah berkata: “Wahai Rasulullah, apakah bulan Sya’ban adalah bulan yang paling engkau sukai untuk berpuasa?” Rasulullah Saw. menjawab: “Benar wahai Aisyah, tidak ada satupun jiwa yang akan mati pada satu tahun ke depan kecuali ditentukan umurnya pada bulan Sya’ban. Dan aku senang seandainya ketika umurku ditulis aku dalam keadaan beribadah dan beramal shaleh kepada Tuhanku.”

عثمان بن محمد بن المغيرة بن الأخنس قال: إن رسول الله صلى الله عليه وسلّم قال: «تقطع الآجال من شعبان إلى شعبان حتى إن الرجل لينكح ويولد له وقد أخرج اسمه في الموتى» فهو حديث مرسل

Utsman bin Mugirah bin al-Akhnas berkata bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda: “Ajal seseorang ditentukan dari bulan Sya’ban ke bulan Sya’ban berikutnya, sehingga ada seseorang bisa menikah dan melahirkan, padahal namanya sudah tercantum dalam daftar orang-orang yang mati.” (Hadits ini mursal dan disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir).

قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: «يَسِحُّ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ الْخَيْرَ فِي أَرْبَعِ لَيَالٍ سَحًّا: لَيْلَةَ الأَضْحَى وَالْفِطْرِ، وَلَيْلَةَ النصْفِ مِنْ شَعْبَانَ يُنْسَخُ فِيهَا الآْجَالُ وَالأَرْزَاقُ وَيُكْتَبُ فِيهَا الْحَجُّ، وَفِي لَيْلَةِ عَرَفَةَ إِلٰى الأَذَانِ» . (الدَّيلمي عن عائشة رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا

Rasulullah Saw. bersabda: “Allah Swt. membuka kebaikan dalam empat malam; malam Idul Adha dan Idul Fitri, malam Nishfu Sya’ban dimana pada bulan itu ditulis ajal dan rizki seorang hamba serta ditulis juga di malam tersebut haji, dan malam ‘Arafah sampai adzan.” (HR. ad-Dailami).

  1. Malam Penuh Ampunan dan Rahmat

Dari Ali bin Abi Thalib Ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Apabila datang malam Nishfu Sya’ban, maka shalatlah pada malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya. Karena sesungguhnya Allah akan turun ke dunia pada malam tersebut sejak matahari terbenam dan berfirman: “Adakah orang yang meminta maaf kepadaku, maka akan Aku ampuni. Adakah yang meminta rizki, maka Aku akan melimpahkan rizki kepadanya. Adakah orang yang sakit, maka akan Aku sembuhkan.” Dan hal-hal yang lain sampai terbitnya fajar”. (HR. Ibnu Majah).

Siti Aisyah Ra. berkata: “Suatu malam saya kehilangan Rasulullah Saw., lalu aku mencarinya. Ternyata beliau sedang berada di Baqi’ sambil menengadahkan wajahnya ke langit. Beliau bersabda: “Apakah kamu (Aisyah) khawatir Allah akan menyia-nyiakan kamu dan RasulNya?” Aku menjawab: “Wahai Rasulullah, saya pikir engkau sedang mendatangi sebagian istri-istrimu.” Rasulullah Saw. menjawab: “Sesungguhnya Allah turun ke dunia pada malam Nishfu Sya’ban dan mengampuni ummatku lebih banyak dari jumlah bulu dombanya Bani Kalb.” (HR. Ahmad, Ibn Majah dan at-Tirmidzi).

عن أبي موسى عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (إن الله ليطلع ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه، إلا لمشرك أو مشاحن) [رواه ابن ماجه وحسنه الشيخ الألبانى فى صحيح ابن ماجه

Dari Abu Musa Ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah muncul (ke dunia) pada malam Nishfu Sya’ban dan mengampuni seluruh makhlukNya, kecuali orang musyrik dan orang yang saling dengki.” (HR. Ibn Majah).

  1. Bulan Istijabah

عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إذا كان ليلة النصف من شعبان نادى مناد: هل من مستغفر فأغفر له؟ هل من سائل فأعطيه؟ فلا يسأل أحد شيئا إلا أعطي إلا زانية بفرجها أو مشركا

Rasulullah Saw. bersabda: “Apabila datang malam Nishfu Sya’ban, berseru Dzat yang berseru (Allah): “Apakah ada orang yang memohon ampun maka Aku akan mengampuninya? Apakah ada yang meminta maka Aku akan memberinya? Tidak ada seorang pun yang meminta sesuatu kecuali Aku akan memberinya, kecuali wanita pezina atau orang musyrik.” (HR. al-Baihaqi).

عن ابن عمر بن الخطاب ، قال: خمس ليال لا يرد فيهن الدعاء ليلة الجمعة، وأول ليلة من رجب، وليلة النصف من شعبان، وليلتا العيد

Dari Ibnu Umar Ra. berkata: “Terdapat lima malam dimana doa tidak ditolak; malam Jum’at, malam pertama bulan Rajab, malam Nishfu Sya’ban, malam Idul Fitri dan malam Idul Adha.” (HR. al-Baihaqi).

  1. Bulan Milik Rasulullah Saw. (Turunyya Ayat Sholawat Nabi)

قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: «شَعْبَانُ شَهْرِي وَرَمَضَانُ شَهْرُ اللَّهِ، وَشَعْبَانُ الْمُطَّهرُ، وَرَمَضَانُ الْمُكَفرُ» الدَّيلمي عن عائشةَ رضيَ اللَّهُ عنهَا

Rasulullah Saw. bersabda: “Bulan Sya’ban adalah bulanku, dan bulan Ramadhan adalah bulan Allah. Bulan Sya’ban mensucikan, sedang bulan Ramadhan melebur dosa.” (HR. ad-Dailami dari Sayyidah Aisyah Ra.).

Ibnu Shaif al-Yamani menyebutkan bahwasanya bulan Sya’ban disebut bulannya Rasulullah Saw. karena pada bulan tersebut turun ayat perintah membaca shalawat kepada Rasulullah Saw. yakni pada surat al-Ahzab ayat 56:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”

  1. Bulan Al-Qur’an

Bulan Sya’ban dinamakan juga bulan al-Quran, sebagaimana disebutkan dalam beberapa atsar. Memang membaca al-Quran selalu dianjurkan di setiap saat dan di manapun tempatnya, namun ada saat-saat tertentu pembacaan al-Quran itu lebih dianjurkan seperti di bulan Ramadhan dan Sya’ban, atau di tempat-tempat khusus seperti Makkah, Raudhah dan lain sebagainya.

Syaikh Ibn Rajab al-Hanbali meriwayatkan dari Anas Ra.: “Kaum muslimin ketika memasuki bulan Sya’ban, mereka menekuni pembacaan ayat-ayat al-Quran dan mengeluarkan zakat untuk membantu orang-orang yang lemah dan miskin agar mereka bisa menjalankan ibadah puasa Ramadhan.”

b. Malam Nishfu Sya’ban

Pada bulan Sya’ban terdapat malam yang mulia dan penuh berkah yaitu malam Nishfu Sya’ban. Di malam ini Allah Swt. mengampuni orang-orang yang meminta ampunan, mengasihi orang-orang yang minta belas kasihan, mengabulkan doa orang-orang yang berdoa, menghilangkan kesusahan orang-orang yang susah, memerdekakan orang-orang dari api neraka, dan mencatat bagian rizki dan amal manusia.

Malam Nishfu Sya’ban dan di seluruh bulan adalah saat yang utama dan penuh berkah, maka selayaknya seorang muslim memperbanyak aneka ragam amal kebaikan. Doa adalah pembuka kelapangan dan kunci keberhasilan, maka sungguh tepat bila malam itu umat Islam menyibukkan dirinya dengan berdoa kepada Allah Swt. Nabi Muhammad Saw. bersabda: “Doa adalah senjatanya seorang mukmin, tiangnya agama dan cahayanya langit dan bumi.” (HR. Hakim).

“Seorang muslim yang berdoa (selama tidak berupa sesuatu yang berdosa dan memutus famili), niscaya Allah Swt. menganugerahkan salah satu dari ketiga hal; pertama, Allah akan mengabulkan doanya di dunia. Kedua, Allah baru akan mengabulkan doanya di akhirat kelak. Ketiga, Allah akan menghindarkannya dari kejelekan lain yang serupa dengan isi doanya.” (HR. Ahmad). (Selengkapnya lihat dalam kitab Madza fi Sya’ban karya Prof. Dr. Al-Muhaddits as-Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki).

c. Hadits-hadits Tentang Keutamaan Malam Nishfu Sya’ban

Tentang keutamaan malam Nishfu Sya’ban ini, dimana kita dianjurkan untuk melakukan ibadah terutama untuk memohon ampun, memohon rizki dan umur yang bermanfaat, terdapat beberapa hadits yang menurut sebagian ulama shahih. Diantaranya:

  1. Diriwayatkan dari Siti Aisyah Ra. berkata: Dari Aisyah Ra. berkata bahwa Rasulullah Saw. bangun pada malam dan melakukan shalat serta memperlama sujud, sehingga aku menyangka beliau telah diambil. Ketika beliau mengangkat kepalanya dari sujud dan selesai dari shalatnya, beliau berkata: “Wahai Asiyah, (atau Wahai Humaira’), apakah kamu menyangka bahwa Rasulullah tidak memberikan hakmu kepadamu?” Aku menjawab: “Tidak ya Rasulallah, namun aku menyangka bahwa engkau telah dipanggil Allah karena sujud yang lama sekali.” Rasulullah Saw. bersabda: “Tahukah kamu malam apa ini?” Aku menjawab: “Allah dan RasulNya lebih mengetahui.” Beliau Saw. bersabda: “Ini adalah malam Nishfu Sya’ban (pertengahan bulan Sya’ban). Dan Allah muncul kepada hamba-hambaNya di malam Nishfu Sya’ban dan mengampuni orang yang minta ampun, mengasihi orang yang minta dikasihi, namun menunda orang yang hasud sebagaimana perilaku mereka.” (HR. al-Baihaqi lewat jalur al-‘Alaa’ bin al-Harits dan menyatakan bahwa hadits ini mursal jayyid. Hal itu karena al-‘Alaa’ tidak mendengar langsung dari Aisyah Ra.).
  2. Siti Aisyah Ra. berkata: “Suatu malam saya kehilangan Rasulullah Saw., lalu aku mencarinya. Ternyata beliau sedang berada di Baqi’ sambil menengadahkan wajahnya ke langit. Beliau bersabda: “Apakah kamu (Aisyah) khawatir Allah akan menyia-nyiakan kamu dan RasulNya?” Aku menjawab: “Wahai Rasulullah, saya pikir engkau sedang mendatangi sebagian istri-istrimu.” Rasulullah Saw. menjawab: “Sesungguhnya Allah turun ke dunia pada malam Nishfu Sya’ban dan mengampuni ummatku lebih banyak dari jumlah bulu dombanya Bani Kalb.” (HR. Ahmad hadits no. 24825. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Majah dan at-Tirmidzi).
  3. Diriwayatkan oleh Abu Musa al-Asy’ari Ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah pada malam Nishfu Sya’ban mengawasi seluruh makhlukNya dan mengampuni semuanya kecuali orang musyrik atau orang yang bermusuhan.” (HR. Ibnu Majah).
  4. Dari Ali bin Abi Thalib Ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Apabila datang malam Nishfu Sya’ban, maka shalatlah pada malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya. Karena sesungguhnya Allah Swt. menurunkan rahmatNya pada malam itu ke langit dunia, yaitu mulai dari terbenamnya matahari. Lalu Dia berfirman: “Adakah orang yang meminta maaf kepadaku, maka akan Aku ampuni. Adakah yang meminta rizki, maka Aku akan melimpahkan rizki kepadanya. Adakah orang yang sakit, maka akan Aku sembuhkan.” Dan hal-hal yang lain sampai terbitnya fajar”. (HR. Ibnu Majah).
  5. Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah ‘Azza Wajalla turun ke langit dunia pada malam Nishfu Sya’ban dan mengampuni lebih banyak dari jumlah bulu pada kambing Bani Kalb (salah satu kabilah yang punya banyak kambing).” (HR. ath-Thabarani dan Ahmad. Namun Imam at-Tirmidzi menyatakan bahwa riwayat ini didha’ifkan oleh al-Bukhari).
  6. Rasulullah Saw. juga bersabda: “Allah melihat kepada semua makhlukNya pada malam Nishfu Sya’ban dan Dia mengampuni mereka semua kecuali orang yang musyrik dan orang yang bermusuhan.” (HR. ath-Thabarani dan Ibnu Hibban hadits no. 5755).
  7. “Adapun Sayyidina Ali Kw. lebih menggiatkan dirinya dengan ibadah di empat malam dalam setiap tahun; awal bulan Rajab, dua malam hari raya (Idul Fithri dan Idul Adha), dan malam Nishfu Sya’ban.” (Al-Fawaid al-Mukhtarah halaman 446, al-Manhaj as-Sawiy halaman 502 dan Tadzkir an-Nas halaman 185).

d. Perkataan Para Ulama Tentang Malam Nishfu Sya’ban

  1. Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata: “Doa mustajab adalah pada 5 malam, yaitu malam Jum’at, malam Idul Adha, malam Idul Fitri, malam pertama bulan Rajab dan malam Nishfu Sya’ban.” (Sunan al-Kubra Imam Baihaqi juz 3 halaman 319).
  2. Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy berkata: “Malam Nishfu Sya’ban adalah malam yang paling mulia setelah Lailatul Qadar.” (Kalam al-Habib ‘Alwiy bin Syahab dalam al-Fawaid al-Mukhtarah halaman 446).
  3. Al-Hafidz Ibn Rajab al-Hanbali dalam kitab al-Lathaif mengatakan: “Kebanyakan ulama hadits menilai bahwa hadits-hadits yang berbicara tentang malam Nishfu Sya’ban masuk kategori hadits dha’if (lemah), namun Ibn Hibban menilai sebagaian hadits itu shahih, dan beliau memasukkannya dalam kitab shahihnya.”
  4. Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab ad-Durr al-Mandhud mengatakan: “Para ulama hadits, ulama fiqh dan ulama-ulama lainnya, sebagaimana juga dikatakan oleh Imam an-Nawawi, bersepakat terhadap diperbolehkannya menggunakan hadits dha’if untuk keutamaan amal (fadhailul ‘amal), bukan untuk menentukan hukum, selama hadits-hadits itu tidak terlalu dha’if (sangat lemah).” Jadi, walaupun hadits-hadits yang menerangkan keutamaan malam Nishfu Sya’ban disebut dha’if (lemah), tapi tetap boleh kita jadikan dasar untuk menghidupkan amalam di malam Nishfu Sya’ban.
  5. Ibnu Taimiyah berkata: “Beberapa hadits dan atsar telah diriwayatkan tentang keutamaan malam Nishfu Sya’ban, bahwa sekelompok ulama salaf telah melakukan shalat pada malam tersebut. Jadi jika ada seseorang yang melakukan shalat pada malam itu dengan sendirian, maka mereka berarti mengikuti apa yang dilakukan oleh ulama-ulama salaf dulu, dan tentunya hal ini ada hujjah dan dasarnya. Adapun yang melakukan shalat pada malam tersebut secara jamaah itu berdasar pada kaidah ‘ammah yaitu berkumpul untuk melakukan ketaatan dan ibadah.”
  6. Dr. Wahbah az-Zuhaily menuliskan dalam al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh: “Disunnahkan menghidupkan dua malam hari raya (Idul Fithri dan Idul Adhha) serta malam-malam sepuluh terakhir di bulan Ramadhan untuk Lailatul Qadar, sepuluh malam Dzul Hijjah, malam Nishfu Sya’ban dengan melakukan ibadah seluruh malam atau sebagain besar malam itu, berdasarkan hadits-hadits yang shahih yang menetapkannya.” (Al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh juz 2 halaman 47).

Dengan fatwa para ulama, ini maka kita dianjurkan memperbanyak doa di malam itu. Jelas pula bahwa doa tak bisa dilarang kapanpun dan di manapun. Bila mereka melarang doa, maka hendaknya mereka menunjukkan dalilnya. Bila mereka meminta riwayat cara berdoa, maka alangkah bodohnya mereka tak memahami caranya doa, karena caranya adalah meminta kepada Allah.

e. Doa Malam Nishfu Sya’ban

Doa dan cara pengamalan doa Nishfu Sya’ban berikut ini adalah sesuai dengan amalan para ulama salafus shaleh, dan dianjurkan untuk dibaca secara berjamaah. Cara pengamalannya adalah, setelah selesai shalat Maghrib dan wiridnya, membaca surat al-Fatihah dan Yasin sebanyak 3 kali dengan niat sebagai berikut:

  1. Memohon untuk diperpanjang umur dalam ketaatan.
  2. Memohon diberi rizki yang banyak dan berkah.
  3. Memohon ditetapkan imannya.

Doa Nishfu Sya’ban ini dibaca setiap selesai membaca surat Yasin:

اَللَّهُمَّ يَا ذَا الْمَنِّ وَ لا يَمُنُّ عَلَيْكَ يَا ذَا اْلجَلاَلِ وَ اْلاِكْرَامِ ياَ ذَا الطَّوْلِ وَ اْلاِنْعَامِ لاَ اِلهَ اِلاَّ اَنْتَ ظَهْرَ اللاَّجِيْنَ وَجَارَ الْمُسْتَجِيْرِيْنَ وَ اَمَانَ اْلخَائِفِيْنَ . اَللَّهُمَّ اِنْ كُنْتَ كَتَبْتَنِى عِنْدَكَ فِيْ اُمِّ اْلكِتَابِ شَقِيًّا اَوْ مَحْرُوْمًا اَوْ مَطْرُوْدًا اَوْ مُقْتَرًّا عَلَىَّ فِى الرِّزْقِ فَامْحُ اللَّهُمَّ بِفَضْلِكَ فِيْ اُمِّ اْلكِتَابِ شَقَاوَتِي وَ حِرْمَانِي وَ طَرْدِي وَ اِقْتَارَ رِزْقِي وَ اَثْبِتْنِىْ عِنْدَكَ فِي اُمِّ اْلكِتَابِ سَعِيْدًا مَرْزُوْقًا مُوَفَّقًا لِلْخَيْرَاتِ فَإِنَّكَ قُلْتَ وَ قَوْلُكَ اْلحَقُّ فِى كِتَابِكَ الْمُنْزَلِ عَلَى نَبِيِّكَ الْمُرْسَلِ يَمْحُو اللهُ مَا يَشَاءُ وَ يُثْبِتُ وَ عِنْدَهُ اُمُّ اْلكِتَابِ. اِلهِيْ بِالتَّجَلِّى اْلاَعْظَمِ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَهْرِ شَعْبَانَ الْمُكَرَّمِ الَّتِيْ يُفْرَقُ فِيْهَا كُلُّ اَمْرٍ حَكِيْمٍ وَ يُبْرَمُ اِصْرِفْ عَنِّيْ مِنَ اْلبَلاَءِ مَا اَعْلَمُ وَ مَا لا اَعْلَمُ وَاَنْتَ عَلاَّمُ اْلغُيُوْبِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلَّمَ . اَمِيْنَ

Allaahumma yaa dzal manni walaa yumannu ‘alaika yaa dzal jalaali wal ikraam. Yaa dzaththauli wal in’aam. Laa ilaaha illaa anta, dzahrullaajiin wajaarul mustajiiriin wa amaanul khaaifiin. Allaahumma in kunta katabtaniy ‘indaka fii ummil kitaabi syaqiyyan au mahruuman au mathruudan au muqtarran ‘alayya firrizqi, famhullaahumma bifadhlika syaqaawatiy wahirmaaniy wathardiy waqtitaari rizqiy wa atsbitniy ‘indaka fii ummil kitaabi sa’iidan marzuuqan muwaffaqan lil khairaat. Fainnaka qulta waqaulukal haqqu fii kitaabikal munazzali ‘alaa nabiyyikal mursal: “Yamhullaahu maa yasyaa-u wayutsbitu wa ‘indahuu ummul kitaab.” Ilaahiy bittajallil a’dzami fii lailatinnishfi min syahri sya’baanil mukarram al-latii yufraqu fiihaa kullu amrin hakiim wa yubram, ishrif ‘anniy minal balaa-i maa a’lamu wa maa laa a’lam. Wa anta ‘allaamul ghuyuubi birahmatika yaa arhamarraahimiin.

“Ya Allah, Dzat Pemilik anugerah, bukan penerima anugerah. Wahai Dzat Yang memiliki keagungan dan kemuliaan. Wahai Dzat Yang memiliki kekuasaan dan kenikmatan. Tiada Tuhan selain Engkau. Engkaulah Penolong para pengungsi, Pelindung para pencari perlindungan, Pemberi keamanan bagi yang ketakutan. Ya Allah, jika Engkau telah menulis aku di sisiMu di dalam Ummul Kitab sebagai orang yang celaka atau terhalang atau tertolak atau sempit rzki, maka hapuskanlah. Wahai Allah, dengan anugerahMu, dari Ummul Kitab akan celakaku, terhalangku, tertolakku dan kesempitanku dalam rizki, dan tetapkanlah aku di sisiMu dalam Ummul Kitab, sebagai orang yang beruntung, luas rizki dan memperoleh taufik dalam melakukan kebajikan. Sunguh Engkau telah berfirman dan firmanMu pasti benar, di dalam Kitab SuciMu yang telah Engkau turunkan dengan lisan NabiMu yang terutus: “Allah menghapus apa yang dikehendaki dan menetapkan apa yang dikehendakiNya dan di sisi Allah terdapat Ummul Kitab.” Wahai Tuhanku, demi keagungan yang tampak di malam Nishfu Sya’ban nan mulia, saat dipisahkan (dirinci) segala urusan yang ditetapkan dan yang dihapuskan, hapuskanlah dariku bencana, baik yang kuketahui maupun yang tidak kuketahui. Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu yang tersembunyi, demi rahmatMu wahai Tuhan Yang Maha Mengasihi. Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad Saw. beserta keluarga dan para sahabat beliau. Aamiin.”

Memang betul, tidak ada tuntunan langsung dari Rasulullah Saw. tentang doa yang khusus dibaca pada malam Nishfu Sya’ban. Begitupula tidak ada petunjuk tentang jumlah bilangan shalat pada malam itu. Siapa yang membaca al-Quran, berdzikir, berdoa, shalat malam, bersedekah dan beribadah sunnah yang lain sesuai dengan kemampuannya, maka dia termasuk orang yang telah menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dan ia akan mendapatkan pahala sebagai balasannya.

Perlu ditekankan di sini bahwa, tidak ada larangan dari Rasul Saw. untuk berdoa di malam Nishfu Sya’ban, justru pelarangan akan hal ini merupakan perbuatan munkar dan sesat, sebagaimana sabda Rasulullah Saw.: “Sungguh sebesar-besarnya dosa muslimin dengan muslim lainnya adalah pertanyaan yang membuat hal yang halal dilakukan menjadi haram, karena sebab pertanyaannya.” (HR. Muslim).

( Dikutip dari berbagai sumber)

*Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Bangkalan

Comment here