*Oleh: Ahrori Dlofir
Obrolan Muktamar bukan lagi menghangat, akan tetapi lebih dari panasnya kopi suguhan istri. Warga NU yang agak mengikuti, sudah mulai nimbrung memberikan solusi. Siapa yang pantas untuk mengisi posisi tertinggi di organisasi ulama dan para kiai.
Tanpa banyak pikir orang awam pun juga tidak sabar ikut berbicara, ikut memberi pandangan walaupun tidak berisi. Anehnya, sudah jadi pengurus ditingkat MWC, masih juga terpancing dengan obrolan-obrolan yang kurang beretika.
Menghujat para kiai yang sedang diinisiasi maju dalam Muktamar mendatang. Hujatannya tidak mendasar, terkesan hanya memindah ucapan orang lain tanpa didasari oleh data. Kemudian seakan menjadi orang yang paling bijak, padahal betapa berdosanya dikarenakan memfitnah dengan hanya bermodal dugaan belaka.
Saya, sebagai kader NU sering terlibat dialog dan diskusi dengan ketua PCNU Bangkalan, Kiai Makki. Beliau adalah salah satu pengurus yang secara garis keturunan sangat ‘sah’ untuk berbicara dan menilai para kiai. Ya, para Kiai yang hendak mengisi pimpinan di PBNU, tak luput dari radar Kiai Makki. Bagi saya, jika seorang ketua PCNU sekaliber Kiai Makki tidak banyak bicara soal Muktamar, lalu untuk apa kita seakan lebih dari pada beliau dalam bemanuver.
Saya sangat kaget, ketika salah satu pengurus PCNU di Madura menyatakan, akan sami’na wa ata’na kepada Kiai Makki pada muktamar yang akan datang ini. Apa jawaban Kiai Makki pada saat pertemuan tersebut: “Saya akan melaksanakan perintah Syuriyah, apapun itu keputusannya”.
Ini adalah bentuk karakter seorang pemimpin yang sangat menghargai peran dan posisi seorang ulama dalam tubuh organisasi. Tidak mengada-ngada keputusan sendiri tanpa ada konsultasi dan komunikasi.
Sejatinya, apa yang dikatakan seluruh pengurus PCNU Madura sangat pas untuk memberikan tawaran rembukan kepada PBNU. Bahwa dzurriyah Syachona Cholil, dalam hal ini Kiai Makki sangat hati-hati dalam memberikan keputusan organisasi NU. Tidak membuka ruang guna menggiring hawa nafsu. Mengedepankan etika dan tradisi dipegang erat dalam tubuh NU.
Kiai Makki sering menyampaikan jika dirinya sangat tidak nyaman dengan istilah menghadap. Prinsipnya kita harus sering berdikusi agar tidak gagap. Situasi muktamar ini memang sering di identikan dengan istilah ‘menghadap’. Bagi kiai Makki itu adalah sandra dan tidak boleh ditatap.
Dalam muktamar kali ini beliau tegas: Saya menginginkan posisi Syuriyah harus diperkuat. Keputusan Syuriyah harus diikat. Tidak boleh di intervensi apalagi digugat. Itu saja, tanpa ada ejaan yang singkat. Itulah pesan beliau yang saya tangkap dalam beberapa hari terakhir.
*Pengurus PCNU Bangkalan
Comment here