nubangkalan.or.id — Dalam dua belas bulan yang ditentukan oleh Allah ﷻ, di antaranya adalah bulan Syakban. Dikutip dari karangan Sayyid Muhammad Bin Alawi al-Maliki yang bertajuk Mādzā fī Syakbān bahwa Syakban merupakan bulan mulia dan musim yang agung, keberkahannya masyhur dan kebaikannya sempurna, sehingga perbuatan taat di dalamnya merupakan keuntungan yang sangat besar.
Bulan Syakban, sepertinya tidak terlalu terkesan istimewa dalam pandangan masyarakat umum, sebab tidak termasuk di antara bulan mulia yang empat. Padahal, sebenarnya bulan ini juga tak kalah agung dengan yang lainnya, sebab juga banyak peristiwa penting yang terjadi pada bulan ini, sebagimana bulan lain menjadi mulia disebabkan menjadi waktu terjadinya berbagai peristiwa berharga.
Penamaan Syakban sendiri diambil dari kata mudarik, yatasya’abu, yang berarti cabang, artinya di bulan Syakban ada banyak kebaikan yang bercabang dan berlipat ganda. Selain disebut bulan Syakban, bulan ini juga disebut dengan bulan al-Qur’an.
Sejarah-Sejarah Penting di Bulan Syakban.
Perpindahan Kiblat
Tidak asing di telinga para pengkaji ilmu fikih bahwa dahulu kala semua orang melaksanakan shalat dengan menghadap ke Baitul Maqdis yang terletak di Palestina, sebagai arah kiblat. Namun, kemudian Allah ﷻ memerintahkan Nabi Muhammad ﷺ untuk mengubah arah kiblat ke Ka’bah yang ada di Makkah.
Dahulu kala Rasululallah ﷺ selalu menengadahkan wajahnya ke arah langit hanya karena menunggu wahyu dari Allah ﷻ terkait perpindahan kiblat, sehingga pada akhirnya tepat pada bulan Sykban, Allah ﷻ menurunkan ayat al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 144:
قَدْ نَرٰى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَاۤءِۚ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضٰىهَاۖ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِۗ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهٗۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ لَيَعْلَمُوْنَ اَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّهِمْۗ وَمَا اللّٰهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُوْنَ
Artinya: “Sungguh, Kami melihat wajahmu (Nabi Muhammad ﷺ) sering menengadah ke langit. Maka, pasti akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau sukai. Lalu, hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Di mana pun kamu sekalian berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Sesungguhnya orang-orang yang diberi kitab benar-benar mengetahui bahwa (pemindahan kiblat ke Masjidilharam) itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah [2]: 144)
Turunnya ayat ini adalah bentuk mengkabulkannya Allah ﷻ terhadap pengharapan Nabi Muhammad ﷺ perihal arah kiblat, tersirat di dalamnya ada sebuah perintah kepada Nabi ﷺ agar mengubah arah kiblatnya ketika melaksanakan shalat yang asalnya ke Baitul Maqdis menjadi ke Ka’bah atau Baitullah.
Diangkatnya Amal Perbuatan
Dalam keseharian manusia menjalani hidup, pasti tidak lepas dari perbuatan baik dan buruk, tentu semuanya tercatat rapi oleh malaikat penjaga di kedua sisi, yang kemudian catatan itu untuk haturkan kepada Sang Pembalas amal perbuatan. Dalam hadis yang diceritakan usamah bin zaid, pelaporan catatan itu terjadi tepat pada setiap bulan Syakban. Berikut penjelasannya:
عن أسامة بن زيد رضي الله عنهما، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ الله، لَمْ أَرَكَ تَصُوْمُ مِنْ شَهْرٍ مِنَ الشُّهُوْرِ مَا تَصُوْمُ مِنْ شَعْبَانَ، قَالَ: ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفَلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبَ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيْهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، فَأَحَبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلَيْ وَأَنَا صَائِمٌ
Artinya: “Dari Usamah Bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata; ‘saya berkata, wahai Rasulallah ﷺ, aku tidak pernah melihatmu semangat berpuasa dalam suatu bulan dibanding kesemangatanmu berpuasa di bulan Syakban’. Rasulallah ﷺ menjawab; ‘itu (bulan Syakban) adalah bulan yang dilupakan manusia di antara Rajab dan Ramadhan. Di bulan itu amal perbuatan di angkat (dihaturkan) kepada Tuhan alam semesta, maka saya sangat senang ketika amal perbuatanku di setorkan, sedangkan aku dalam keadaan berpuasa’.” (HR. An-Nasa’i)
Dari uraian ini bisa kita simpulkan bahwa pada bulan Syakban diangkatlah amal perbuatan dan di haturkan kepada Allahﷻ. Nabi ingin ketika catatan amalnya haturkan dalam keadaan berpuasa. Artinya, catatan terakhirnya sebagai orang yang berpuasa sehingga terkesan catatan terakhirnya berupa sesuatu yang baik. Pastinya kita semua menginginkan hal yang sedemikian.
Penentuan Umur Manusia
Semua yang bernyawa pasti akan menghadapi kematian, mengenai waktu kapan dan di mana sudah ditentukan oleh Dzat Sang Pembuat kehidupan.
Banyak tertera dalam berbagai karangan ulama tentang hal-hal yang dapat memperpanjang dan mengurangi umur manusia, dengan melakukan sesuatu yang beragam dan beraneka.
Penentuan umur manusia tersebut terjadi pada setiap Syakban, apakah umur mereka diperpanjang atau justru dikurangi. Hal ini bertendensi pada hadis dari Sayyidah Aisyah radhiyallāh ‘anhā:
عن السيدة عائشة رضي الله عنها ان النبي صلى الله عليه وسلم كَانَ يَصُوْمُ شَعْبَانَ كَلَهُ, قَالَتْ: قُلْتُ يَا رَسُوْلَ الله أَحَبُّ الشُّهُوْرِ اِلَيْكَ اَنْ تَصُوْمَهُ شَعْبَانَ, قَالَ: إِنَّ الله يَكْتُبُ فِيْهِ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ مَيِّتَةٍ تِلْكَ السَّنَةِ ، فَأَحَبُّ أَنْ يَأْتِيْنِي أَجْلِي وَأَنَا صَائِمٌ
Artinya: “Dari Sayyidah Aisyah radhiyallāh ‘anhā, sesungguhnya Nabi ﷺ berpuasa di bulan Syakban secara penuh. Sayyidah Aisyah berkata, ‘saya bertanya, wahai Rasulallah ﷺ, apakah bulan yang paling engkau senangi untuk berpuasa adalah bulan Syakban?’ Nabi menjawab, ‘sesungguhnya di bulan Syakban, Allah menuliskan setiap jiwa yang akan mati pada tahun itu, maka aku ingin ketika ajalku datang, aku dalam keadaan berpuasa’.” (HR. Abu Ya’lā)
Dilhiat dari sudut pandang Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki, maksud penentuan umur manusia yang terjadi pada setiap bulan Syakban adalah disampaikanya ketentuan itu oleh Allah ﷻ kepada malaikat, apakah seseorang masih akan hidup di tahun itu atau tidak, tanpa meniscayakan pekerjaan Allah ﷻ itu dibatasi dengan waktu.
Turunnya Perintah Selawat dari Allah ﷻ
Sesungguhnya Allah ﷻ dan para malaikat-Nya berselawat kepada Nabi ﷺ, maka kemudian Allah ﷻ memerintah seluruh umat mukmin untuk berselawat kepada nabi-Nya melalui ayat al-Qur’an surat al-Ahzāb ayat 56:
إِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤئِكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
Artinya: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzāb [33]: 57)
Menurut Ibnu Abi As-Shaif al-Yamanī dan ulama intelektual lainnya, ayat tersebut turun pada bulan Syakban sehingga bulan ini dikenal dengan sebutan bulan bulan selawat.
Demikianlah beberapa sejarah agung yang terjadi di bulan Syakban, hingga kemudian menjadikan bulan ini sebagai bulan yang tak kalah mulia dari bulan yang lainnya.
Penulis: Amir Ibrahim, pengajar di Pondok Pesantren Al Hikmah Darussalam, Tepa’nah Barat, Kokop, Bangkalan
Editor: Syifaul Qulub Amin/LTN PCNU Bangkalan
Comment here