Aswaja NUKajian

Bagaimana Cara Nabi Melihat Allah ﷻ pada Waktu Peristiwa Mikraj?

Bagaimana Cara Nabi Melihat Allah ﷻ pada Waktu Peristiwa Mikraj?

Mikraj adalah perjalanan Nabi Muhammad ﷺ dari Masjidil Aqsa menuju langit ketujuh atau Sidratul Muntaha dengan menunggangi Burok (hewan dari surga) yang ditemani oleh malaikat Jibril. Banyak peristiwa menakjubkan yang Nabi Muhammad ﷺ alami pada waktu Mikraj, termasuk di antaranya adalah melihat dzat Allah ﷻ.

Telah kita ketahui bahwa dzat Allah ﷻ itu ada hanya saja tidak memiliki bentuk (jism) dan tidak membutuhkan terhadap tempat. Dalam ilmu Teologi banyak terekam penjelasan tentang tidak ada manusia yang dapat melihat Allah ﷻ di dunia nyata lantaran wujud-Nya yang tidak sama dengan wujud makhluk se alam semesta, nalarnya sangat berprinsip dan logis sehingga manusia dengan akal sehatnya mampu menerima terkait hukum ini.

Namun demikian, pertanyaan mulai mengemuka ketika Syekh Abdul Qadir al-Jailani memaparkan dalam kitabnya, al-Ghunyah, bahwa Nabi Muhammad ﷺ telah melihat dzat Allah ﷻ dalam peristiwa Mikraj, sehingga banyak yang penasaran terkait bagaimana cara Nabi melihat-Nya mengingat Dzat Allah ﷻ itu tidak berbentuk dan tidak bertempat.

Ada banyak versi penjelasan ulama terkait nabi muhammad yang melihat allah di Sidratul Muntaha. Dalam surat al-Isra’ ayat pertama Allah Swt. berfirman:

سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

Artinya: “Maha suci (Allah ﷻ), yang telah memperjalankan hambanya (Muhammad ﷺ) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, yang telah kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS. Al-Isra’ [17]: 1)

Firman yang berbeda dengan maksud yang sama juga tertuang dalam surat An-Najm ayat 18:

لَقَدْ رَاٰى مِنْ اٰيٰتِ رَبِّهِ الْكُبْرٰى

Artinya: “Sungguh, dia benar-benar telah melihat sebagian tanda-tanda (kebesaran) tuhannya yang sangat besar.” (QS. An-najm [53]: 18)

Dari ungkapan ayat tersebut kemudian  Sayyid Syihabuddin Mahmud Bin Abdullah Al-Husaini Al-Alusi dalam tafsirnya mengatakan bahwa Nabi ﷺ hanya bisa melihat tanda kebesaran-Nya bukan dzat-Nya secara langsung, bahkan diambil dari kisah yang diriwayatkan oleh Siti Aisyah, Nabi ﷺ mengatakan bahwa tanda-tanda yang dilihat Nabi adalah malaikat Jibril bukan Allah ﷻ.

Dalam narasi kitab lain juga terdapat pendapat yang berbeda, di antaranya sahabat Ibnu Abbas, yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad ﷺ benar-benar melihat dzat Allah ﷻ. Hal ini dibuktikan dengan hadis Nabi ﷺ:

عن ابن عباس فِيْ قَوْلِهِ مَا كَذَبَ الْفُؤَاد مَا رَأَى قَالَ رَأَهَ بِقَلْبِهِ

Artinya: “Diceritakan dari Ibnu Abbas dalam tafsiran ayat ‘hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya,’ beliau (Ibnu Abbas) mengatakan, ‘ia (Muhammad ﷺ) melihat-Nya (Allah ﷻ) dengan hatinya,” (HR. Daruquthni)

Walhasil, mayoritas ulama sepakat bahwa dalam peristiwa Mikraj Nabi ﷺ melihat Allah ﷻ secara langsung dengan perantara indra mata sekaligus hatinya, hanya saja Syekh Nawawi Banten mengatakan sekalipun Nabi melihat secara langsung, tapi tidak seperti penglihatan manusia pada umumnya, melainkan Allah ﷻ memberikan kekuatan lebih pada penglihatan Nabi ﷺ sehingga beliau mampu melihat wujud atau dzat Allah ﷻ.

Sangat penting digarisbawahi bahwa peristiwa Nabi ﷺ yang mampu melihat Allah ﷻ tidak kemudian meniscayakan Allah ﷻ itu ada pada suatu tempat atau bahkan memiliki bentuk (jism). Sebab, dalam ilmu kalam sudah dijelaskan detail terkait  beberapa kemustahilan yang akan terjadi manakala Allah ﷻ itu membutuhkan tempat sebagai tempat-Nya atau terhadap bentuk (jism) sebagai sandaran-Nya.

Penulis: Amir Ibrahim, Pengajar Dipondok Pesantren Al Hikmah Darussalam, Tepa’nah Barat, Kokop, Bangkalan.
Editor: Syifaul Qulub Amin/LTN PCNU BANGKALAN

Comment here