KajianKolom

Drumband; Antara Halal dan Haram! 

Ilustrasi: Drumband; Antara Halal dan Haram! 
—(Sumber: Bing Image Creator AI/Dall-E)

nubangkalan.co.id – Drumband adalah kelompok musik yang memainkan lagu-lagu dengan menggunakan alat musik drum, trompet, cymbal, merimba, glockenspie. Dalam pertunjukan drumband ini dipimpin oleh seorang pemandu yang biasa disebut mayoret, selain memberikan aba-aba pada alunan musik yang dimainkan mayoret juga kerap kali melakukan atraksi dan gerakan yang khas nan menarik. 

Dalam masyarakat umum, pertunjukan drumband ini sudah menjadi hal yang biasa dipertontonkan saat acara-acara tertentu, seperti resepsi pernikahan, upacara, festival dan juga sering dijadikan ajang lomba. 

Dalam tradisi Islam sebenarnya tidak ada rekam jejak yang menyebutkan bahwa drumband sudah ada sejak zaman dahulu. Bahkan drumband masuk ke Indonesia itu tepat setelah selesainya Perang Dunia II. Sehingga wajar kalau dalam hukum Islam tidak ditemukan keterangan yang secara detail membahas hukum permainan musik ala drumband ini. 

Meski pun tidak ada keterangan mendetail terkait hukum drumband, hukumnya bisa kita analisa dari berbagai unsur yang ada dalam drumband. Alat musik dalam perspektif hukum Islam pada dasarnya masih banyak pro-kontra terkait kebolehannya. Imam al-Ghazali, misalnya, dalam kitab Ihyā’ Ulūmiddīn memberikan penjelasan sebagai berikut:

فينبغي أن يقاس على صوت العندليب الأصوات الخارجة من سائر الأجسام باختيار الآدمى كالذي يخرج من حلقه أو من القضيب والطبل والدف وغيره، ولا يستثنى من هذه إلا الملاهي  والأوتار والمزامير.

Artinya: “Suara burung bulbul sebaiknya dikiaskan dengan suara yang keluar dari tubuh lain dengan kehendak manusia, seperti suara yang keluar dari tenggorokannya atau dari tongkat, drum, rebana dan lain-lain. Hanya malahi (sesuatu yang membuat lalai), senar (alat musik yang menggunakan senar seperti gitar), dan seruling yang dikecualikan dari ini.” (Imam al-Ghazali, Ihyā’ Ulūmiddīn, juz 2, halaman 270)

Dalam konteks di atas, Imam al-Ghazali memosisikan suara merdu yang dihasilkan oleh alat musik memilik kesamaan dengan suara yang dikeluarkan oleh burung yang memiliki suara merdu. Bahkan hanya beberapa yang dikecualikan oleh Imam al-Ghazali karena berdasarkan dalil, selebihnya dihukumi boleh.

Dan dalam alat musik yang digunakan saat pertunjukan drumband tidak terdapat alat musik yang dikecualikan sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh Imam al-Ghazali. Bahkan dalam keterangan yang lain dari Imam al-Mawardi menjelaskan bahwa memainkan alat musik dalam acara-acara tertentu seperti resepsi pernikahan itu diperbolehkan:

وأما المباح: فما خرج عن آلة الإطراب. إما إلى إنذار كالبوق، وطبل الحرب. أو لمجمع وإعلان كالدف في النكاح، كما قال صلوات الله عليه وسلامه: ” أعلنوا هذا النكاح واضربوا عليه بالدف “.

Artinya: “Adapun yang dibolehkan adalah alat selain alat musik yang bisa menyebabkan lalai. Yakni untuk tujuan peringatan seperti terompet atau genderang perang. Atau untuk perkumpulan dan pengumuman seperti rebana saat menikah, sebagaimana sabda Nabi Saw; ‘Umumkanlah pernikahan kalian dan pukullah (alat musik) gendang.’” (Imam al-Mawardi, Al Hāwi al-Kabīr, juz 17, halaman 191)

Dengan demikian, dari segi alat musik tidak ada persoalan terkait halal-haram, mengingat dalam tinjauan hukumnya masih ada ulama yang meperbolehkan.

Selanjutnya unsur lain yang ada dalam pertunjukan drumband adalah tarian atau atraksi yang dilakukan oleh mayoret yang memimpin pertunjukkan drumband. Umumnya mayoret yang menari-nari adalah seorang perempuan cantik dengan dandanan yang dapat menghipnotis penonton karena kecantikannya. Lalu bagaimana hukum Islam meyikapi hal itu? Berikut keterangan dari Syaikh Wahbah az-Zuhaili:

وأما الرقص الذي يشتمل على التثني والتكسر والتمايل والخفض والرفع بحركات موزونة فهو حرام ومستحله فاسق.

Artinya: “Adapun tarian yang meliputi gerakan lenggak-lenggok serta gerakan yang indah itu hukumnya haram, dan yang menghalalkan itu dihukumi fasik.” (Syaikh Wahbah az Zuhaili, Al Fiqh al-Islāmi wa Adillatihi, juz 4, halaman 2665)

Imam Abdurrahman al-Jaziri dalam kitab al-Fiqh ‘alā al-Madzāhib al-Arba’ah setelah  menukil pendapatnya Imam al Ghazali terkait tarian menjelaskan:

فمراده بالرقص الحركات التي يفعلها الرجال الذين لا يتصور فيهم شهوة أمام مثلهم، أما رقص النساء أمام من لا يحل لهن فإنه حرام بالإجماع لما يترتب عليه من إثارة الشهوة والافتتنان وما فيه من التهتك والمجون

Artinya: “Yang dimaksud dengan menari adalah gerakan-gerakan yang dilakukan oleh laki-laki yang tidak dapat tergambar menimbulkan syahwat di hadapan sesama laki-laki. Sedangkan wanita yang menari di hadapan orang yang tidak halal baginya dihukumi haram secara ijma’, karena akan menimbulkan gairah nafsu dan godaan serta imoralitas dan amoralitas yang ditimbulkannya.” (Imam Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘alā al-Madzāhib al-Arba’ah, juz 2, halaman 24)

Dengan demikian, dalam konteks mayoret yang menari-nari dalam pertunjukan drumband bisa diambil kesimpulan bahwa hukumnya haram, sebab dalam tariannya bisa menimbulkan hal-hal negatif sebagaimana yang sudah disebut dalam kutipan referensi di atas.

Lalu bagaimana menyikap hukum pertunjukan drumband secara umum?
Berdasarkan dari paparan di atas, hukumnya bisa diklasifikasi dalam dua situasi. Pertama, pertunjukannya boleh apapbila dalam personilnya tidak ada perempuan yang menari-nari. Kedua, apabila dalam personilnya ada perempuan yang menari dengan lenggak-lenggoknya, maka hukumnya haram. Demikian, wallahu a’lam.

Penulis: M. Syafik/Brungbung, Gunung Sereng, Santri aktif PP. Nurul Cholil
Editor: Syifaul Qulub Amin/LTN PCNU BANGKALAN

Comment here